Sore menggantung menjelang senja. Hotel Red Top, sebuah hotel yang ada di daerah Pacenongan, Jakarta Pusat, tampak lebih ramai, lain dari hari biasanya. Beberapa orang berpakaian dinas dan safari hilir mudik. Ternyata, hari itu, Kamis, 15 Juni 2017, ada hajatan acara diskusi panel dan penyerahan penghargaan 21 inspirator pembangunan daerah kepada kepala daerah. Acara itu digelar Pusat Kajian Keuangan Negara.
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo dijadwalkan hadir di acara tersebut. Para wartawan baik dari media cetak dan elektronik, sudah ramai menunggu kedatangan Mendagri. Bada Ashar, Mendgari datang, lalu masuk ke ruangan tempat di gelarnya acara.
Usai menghadiri acara, puluhan wartawan langsung ' menyergap' orang nomor satu di Kementrian Dalam Negeri tersebut. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan para pencari berita tersebut. Pertanyaan yang dominan di tanyakan masih seputar soal RUU Penyelenggara Pemilu yang tak kunjung disahkan.
" Pembahasan RUU Pemilu kemarin deadlock Pak?" Tanya seorang wartawan.
Tjahjo pun langsung menjawab. "Oh enggak (deadlock)."
Menurut Tjahjo, pembahasan RUU Pemilu tak buntu. Bahkan kata dia, pembahasan RUU kali ini justru lebih maju dari pembahasan RUU Pemilu sebelumnya. Dalam bahasanya, pembahasan kali ini punya prestasi tersendiri. Sebab dalam pembahasan UU Pemilu sebelumnya, yakni UU Pemilu yang dipakai sebagai payung hukum Pemilu 2014, pembahasan memakan waktu hingga 2 tahun untuk bisa disahkan. Sekarang baru enam bulan. Tapi, orang ramai menilai lelet dan lambat. Bahkan ada yang menyebut terus 'molor'.
" Ini belum enam bulan sudah selesaikan 562 pasal. Tersisa 5 maka saya kira kita harus hati-hati," katanya.
Tjahjo juga mengungkapkan komitmen dia sebagai wakil pemerintah dengan Pansus DPR. Kata dia, ia dan Pansus sudah berkomitmen agar jangan ada voting dalam pembahasan RUU Pemilu. Terutama terkait dengan isu-isu krusial. Sebisa mungkin isu krusial yang belum disepakati, diselesaikan secara musyawarah. Diungkapkannya juga selama ini, pemerintah sudah banyak mengalah. Dalam beberapa poin-poin, pemerintah tidak ngotot. Dan mengalah untuk kompromi. Karena itu, ia juga memohon, fraksi-fraksi di Pansus juga mengalah untuk poin tertentu.
" Maka saya juga mohon teman-teman fraksi di Pansus ya ngalah juga dong soal menemukan titik temu. Kalau bertahan kepada apa yamg jadi prinsipnya ya enggak akan jadi ketemu," ujarnya.
Diakui Tjahjo, belum adanya titik temu untuk lima isu krusial karena memang itu menyangkut strategi partai politik. Itu juga terkait dengan AD/ART partai. Dan menyangkut kepentingan partai dalam menyorong calon presidennya. Namun ia berharap, jangan ada kecurigaan satu sama lain, terutama kepada sikap pemerintah. Musyawarah mufakat harus dikedepankan. Namun kalau tetap tak bisa musyawarah, apa boleh buat, jalan voting yang harus ditempuh.
" Kalau sampai tidak musyawarah maka mari kita cari waktu voting di paripurna. Voting tak boleh di Pansus ya, di paripurna. Waktunya kapan? Ya saya kira itu hak DPR. Kalau voting kan kami tak ikut campur. Saya kira masih ada waktu. Kalau toh dijadwalkan paripurna setelah lebaran ya masih bisa. sebab tahapan sekarang ini KPU masih melaksanakan tahapan Pilkada serentak," urai Tjahjo dengan panjang lebar.