Lihat ke Halaman Asli

Kang Jenggot

Karyawan swasta

Jenderal Moeldoko 'Never' Pensiun

Diperbarui: 23 Februari 2016   19:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Wartawan juga manusia, kadang lupa, kadang salah, kadang pula keliru, terutama menulis nama. Karena itu benar kata orang-orang bijak, bahwa perjuangan yang maha berat itu, adalah perjuangan melawan lupa.

Lupa, harusnya haram bagi wartawan. Ingatan wartawan mesti harus terus segara bugar. Tak boleh kadaluarsa, apalagi sampai ketinggalan update informasi. Bisa berabe bro, begitu kata kawan saya.

Nah saya punya kisah tentang ingatan wartawan yang kadaluarsa alias lupa, alias pula tak update. Banyak sebab memang, kenapa kemampuan update informasi sirna. Boleh jadi, karena diburu deadline, lalu terburu-buru menulis berita. Cek dan ricek pun diabaikan. Padahal, itulah jantungnya berita.

Kembali ke kisah wartawan yang lupa perkembangan. Awal Desember 2015, ada acara penting di Kementerian Dalam Negeri. Acaranya, peluncuran buku Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang berjudul " Politik Hukum Pilkada Serentak". Banyak tokoh penting yang datang di acara peluncuran buku yang dilakukan di ruang Sasana Bhakti Praja, nama salah satu ruang pertemuan yang ada di komplek kantor Kementerian Dalam Negeri.

Tokoh-tokoh penting yang hadir, antara lain, Jenderal Gatot Nurmantyo, Panglima TNI, Komisaris Jenderal Budi Waseso, Kepala Badan Nasional Narkotika dan beberapa petinggi lembaga negara. Nah, usai acara peluncuran buku, seperti biasa para wartawan langsung memburu para tokoh. Kebetulan saat itu lagi hangat kasus penembakan tentara di Papua. Maka Jenderal Gatot pun jadi target buruan untuk dimintai tanggapannya.

Singkat cerita, setelah itu beberapa wartawan langsung menuju ke ruangan dekat ruang kerja Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri. Ruangan ini, biasa jadi basecamp para wartawan yang ngepos liputan di kementerian tersebut.

Saya sendiri, agak santai mengetik berita. Lain halnya dengan Carlos, wartawan Suara Pembaruan. Ia mengetik berita dengan speed yang jauh lebih trenggina daripada saya. Maklum dia juga harus mengisi berita untuk Beritasatu.com, yang satu grup dengan Suara Pembaruan.

Terlihat Carlos menarik nafas legas. Sepertinya ia telah selesai menulis berita. Badannya pun agak direbahkan ke kursi. Dia pun ambil rokok. Lantas kembali mencakung laptopnya. Sepertinya ia mau mengecek, apakah beritanya sudah naik atau tidak. Ia ternyata mengecek kembali berita yang barusan ditulisnya. Tiba-tiba terdengar suaranya agak panik. " Waduh, kok Moeldoko yang saya tulis. Panglima TNI sekarang Gatot Nurmantyo kan?" kata Carlos.

Ia pun langsung mengklik situs Beritasatu.com. Dan benar saja, di berita tentang tanggapan Panglima TNI atas penembakan di Papua, tertera dengan jelas, bahwa Panglima TNI masih Moeldoko. " Ah sialan, orang kantor juga asal naikan. Tidak dicek dulu," cerocos Carlos dengan nada kesal.

Saya yang duduk didekatnya penasaran, lalu melongok ke layar laptop Carlos. Benar saja, tertulis Jenderal Moeldoko, bukan Jenderal Gatot Nurmantyo. " Ha.ha.ha, Jenderal Moeldoko ternyata tidak pernah pensiun," ledek saya pada Carlos.

Sementara Carlos, langsung menelpon redakturnya, bahwa ada kesalahan dalam penulisan nama. " Iya ni kang, saya ingetnya masih Moeldoko jadi Panglima he.he.he," kata Carlos.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline