Beberapa waktu yang lalu, sempat mencuat kabar yang cukup menggegerkan. Seorang birokrat pemimpin sebuah instansi pemerintah di Kota Batam, Kepulauan Riau, bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria atau ISIS, sebuah organisasi kelompok radikal yang berbasis di Suriah dan Irak. Organisasi ini oleh banyak negara telah dicap sebagai kelompok berbahaya, tak terkecuali di Indonesia. Bahkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah memasukan ISIS dalam daftar ' musuhnya'.
Tentu kabar masuknya birokrat pemimpin instansi cukup mengagetkan. Karena itu bukti pengaruh ISIS kian merasuk ke segala lini. Kini pengaruh ISIS mulai masuk ke jejaring birokrasi yang notabene bisa dikatakan sebagai mesinnya negara. Namanya Dwi Djoko Wiwoho, birokrat yang membelot ke ISIS. Dia adalah kepala Direktur Pelayanan Satu Pintu di Badan Pengusahaan untuk kawasan Batam atau BP Batam.
Masuknya Dwi ke kelompok ISIS diungkap oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris. Bahkan Dwi yang kemudian raib, ditenggarai telah berada di Suriah, basis terkuat ISIS. Tak pelak masuknya Dwi ke kelompok ISIS membuat beberapa pejabat pemerintahan tersentak. Salah satunya yang merasa kaget dengan bergabungnya Dwi ke ISIS adalah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Tjahjo bahkan mencap Dwi telah desersi dari korps birokrasi. Desersi sendiri adalah istilah yang lazim diberikan kepada personil polisi dan TNI yang kabur dari kesatuannya. Ini cap bagi pelanggar kelas berat.
Dalam sebuah kesempatan mantan Sekjen PDIP itu mengisahkan kronologis desersinya Dwi dari korps pegawai negeri sipil. Menurut Menteri Tjahjo, Dwi awalnya mengajukan cuti kerja untuk tanggal 3 Agustus sampai dengan 1 September. Namun, sejak cuti, hingga saat ini Dwi tak pernah kembali lagi ke kantor. Komunikasi pun terputus. Dwi juga tidak bisa dikontak.
" Dari rekan kerja diperoleh informasi, saudara Djoko pernah kirim SMS kepada Kepala BP Batam, Pak Mustofa," kata Tjahjo.
Dalam SMS yang dikirimkan ke bosnya itu, Dwi meminta berhenti kerja karena akan pergi ke Daulay, Turki. Dan yang mengagetkan, di media sosial, dalam akunnya, Istri Dwi, Ratna Komala mengunggah foto dirinya memakai cadar dan menenteng senjata laras panjang. Djoko kata Tjahjo kemudian terdeteksi memang pergi di Daulay bersama rombongan yang terdiri dari isti dan anak-anaknya serta mertuanya.
" Rombongan sebanyak 25 orang, didalamnya ada 3 anak kandung Dwi yaitu Syarafina Naila (19 tahun), Nurshabrina Khairadhania (17 tahun) dan Tarisha Aqila Qanita (11 tahun)," tutur Tjahjo.
Rombongan itu menurut Tjahjo dipimpin oleh kakak ipar Dwi yang bernama Imam Santoso. Kemudian pihak aparat pun meminta keterangan dari rekan-rekan kerja Dwi. Ternyata, pihak keluarga, lewat Ibu Fitri, adik kandung Dwi sendiri serta tantenya telah melapor bahkan meminta Kementerian Luar Negeri untuk menelusuri keberadaan Dwi di luar negeri. Rombongan Dwi sendiri berangkat memakai jasa sebuah perusahaan travel.
" Perusahaan travel yang memberangkatkan Dwi adalah PT Trovis Anugrah Mas (TAM)," kata dia.
Perusahaan ini beralamat di Jalan Sunda Nomoe 5A, Menteng Jakarta Pusat. Dari tiket travel diketahui issued ticket tertera tanggal 27 Julo 2015. Adapaun kenerangkatan Dwi tanggal 28 Juli 2015. Sejak Dwi raib, pihak Polda Kepulauan Riau pun kemudian melakukan penggeledahan di ruang kantor dan ruang kerja Dwi. Rumah Dwi pun di geledah. Dari hasil penyelidikan, kesimpulan sementara Dwi gabung ISIS, karena dipengaruhi oleh istri dan kakak iparnya. " Istri dan kakak iparnya yang mempengaruhi Dwi berjihad k Suriah," ujar Tjahjo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H