Lihat ke Halaman Asli

Kang Jenggot

Karyawan swasta

"Dulu Pegang Pistol, Sekarang Pulpen"

Diperbarui: 22 September 2015   13:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

" Mari masuk, masuk. Silahkan duduk. Santai saja di sini," kalimat itu diucapkan lelaki tinggi besar berbadan tegap kepada saya dan beberapa wartawan yang saat itu datang meliput ke kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), di Jatinangor.

Saat itu, kami baru saja usai mewawancarai Rektor IPDN, Ermaya Suradinata di ruang rapatnya. Usai wawancara, kami dipersilahkan istirahat sebentar di sebuah ruangan yang jadi ruang kerja Kepala Biro Umum IPDN. Ya, lelaki tegap itu adalah Kepala Biro Umum IPDN. Dia bernama Bendhard Rondonuwu.

Ruangan Bendhard cukup resik dan bersih. Di meja terhidang beberapa toples kue kering. Dekat meja kerja, di dinding ruangan terpampang foto Bendhard saat muda. Yang menarik, adalah foto Bendhard, yang mengenakan seragam tentara, warna hijau tua, persis seragam serdadu di era Pak Harto berkuasa.

Saya pun penasaran dan bertanya padanya. " Bang itu foto abang. Kok pakaiannya kayak tentara," tanya saya.

Pak Acho Maddaremmeng salah satu staf dari Kementerian Dalam Negeri yang ikut menemani kami, tiba-tiba menjawab. " Ya itu foto Bang Bendhard, waktu baru lulus. Letnan Satu dia," kata Pak Acho.

Saya pun makin penasaran, apa benar Bendhard yang mengaku lulusan IPDN angkatan pertama itu adalah seorang Letnan Satu. Kali ini Bendhard yang menjawab.

" Ya benar mas, itu saya. Dulu saya Letnan Satu. Dulu kan kami, setelah lulus langsung masuk wajib militer. Jadi gini-gini saya ini Letnan Satu loh," kata Bendhard sambil tertawa.

Bendhard pun kemudian bercerita tentang pengalamannya bertugas dengan menyandang pangkat Letnan Satu. Ia katanya pernah beberapa kali bertugas di daerah konflik, misalnya seperti Timor Timur dan Aceh. Kala itu, Timor Timur masih jadi bagian Indonesia. Namun, di sana gejolak tak ada hentinya, hingga kemudian Timor Timur melepaskan diri dari Indonesia melalui proses referendum.

" Dulu saya pegang pistol. Ya saya dulu tentara. Tapi, sekarang saya pamong mas. Sekarang banyaknya pegang pulpen he he he," ujarnya sambil terkekeh.

" Kenapa tak memilih jadi tentara terus?" saya kembali bertanya.

Bendhard pun menjawab. Ia memilih jadi pamong, pertimbangannya karena memang dia dididik jadi pamong. Pertimbangan lainnya soal jenjang karir. Jika tetap di dinas tentara, mungkin ia akan kalah dengan mereka yang lulusan Akademi Militer atau Akmil. " Ya ada juga pertimbangan praktisnya. Tapi kan pengabdian pada negara tak harus jadi tentara. Jadi pamong pun bisa mengabdi pada negara," katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline