Lihat ke Halaman Asli

Kang Jenggot

Karyawan swasta

Bila Negara Memanggil, Laksanakan dan Amankan, Jangan Mengeluh

Diperbarui: 11 September 2015   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Malam sudah menjelang pukul 10 lewat. Saat itu saya masih mengerjakan tugas dari kantor, menyelesaikan satu berita yang belum rampung. Ya, kantor tempat saya bekerja, adalah sebuah perusahaan media. Jadi, mencari serta menuliskan berita, adalah menu rutin keseharian saya.

Kementerian Dalam Negeri, adalah salah satu pos liputan utama saya. Maka, sehari-hari saya lebih banyak beredar di sana. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, adalah salah satu incaran saya, selain nara sumber lain, seperti Dirjen atau pejabat di kementerian tersebut.

Tiba-tiba, satu pesan masuk ke layanan blackberry messenger saya. Pesan datang dari redaktur di kantor. Pesan berupa perintah, menambahkan tanggapan dari pejabat di Kemendagri, atau alumni Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) terkait dengan usulan yang dilontarkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, agar sekolah penghasil pamongpraja itu dibubarkan. Usulan itu memantik reaksi keras dari mana-mana, terutama dari para alumni IPDN. Mereka memprotes keras usul Ahok yang minta Presiden Jokowi bubarkan IPDN.

Waduh, malam sudah larut. Kemana saya cari narasumber. Lalu saya teringat, Bahtiar, mantan Kasubdit Ormas di Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum yang dulu bernama Ditjen Kesbangpol. Saya kenal Bahtiar, ketika lagi ramai-ramainya polemik UU Ormas. Dari kenal itulah saya kemudian tahu, dia lulusan atau alumni IPDN yang diusulkan Ahok untuk dibubarkan. Maka, sepertinya Bahtiar cocok untuk dijadikan narasumber, karena dia relevan. Dia lulusan IPDN. Saya pun coba mengontaknya, mengirim pesan padanya, meminta waktu luangnya menanggapi usulan Ahok.

"Sebentar dinda yah, masih rapat ini. Kita dikejar target, Pak Dirjen ingin kita bergerak cepat," jawabnya via pesan pendek.

Waduh, ternyata dia masih di kantor. Saya pikir, ia sudah leyeh-leyeh di rumahnya, seperti yang lainnya. Ternyata ia masih berkubang dengan pekerjaan. Pak Dirjen yang dimaksud adalah Pak Soedarmo, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri.

Bahtiar sendiri kerap memanggil saya dan wartawan lainnya yang ia anggap adik dengan panggilan dinda. " Wah masih kerja, saya kira masih di rumah," saya pun membalas pesan pendeknya.

" Ha.ha.ha, bila negara memanggil, kita ini prajurit, pilihannya hanya dua, laksanakan dan amankan. Tak boleh mengeluh dinda," ujarnya via pesan pendek telepon genggam.

Membacanya terus terang saya salut akan etos kerjanya. Ia datang pagi-pagi, tapi pulang selalu larut. Saya pun tak mau mengganggunya. Namun tiba-tiba telepon genggam saya berdering. Dari Bahtiar. Ia ternyata memilih menghubungi saya, menginterupsi sebentar pekerjaannya sekedar menjawab permintaan wawancara saya.

Lewat sambungan telepon Bahtiar menyesalkan kenapa ada seorang gubernur mengusulkan pembubaran IPDN. Sebagai alumni IPDN, ia merasa tersinggung. Bahkan dengan keras, Bahtiar mengatakan, Ahok jangan merasa paling berjasa pada negeri ini. Banyak alumni IPDN, lebih lama, bahkan ikut andil mengawal republik ini hingga sekarang. Bila pun ada satu atau beberapa orang alumni yang salah, bukan berarti sekolahnya yang harus dibumi hanguskan. Sebagai seorang pemimpin, Bahtiar menyarankan Ahok, agar jangan terus memproduksi statemen yang membuat kelompok lain tersinggung. Sebagai pemimpin Ahok harusnya merangkul dan meluruskan. Bukan main gebuk.

Saya sigap mencatat, karena deadline terus mendekat. Dan, alhamdulillah, akhirnya saya selamat dari omelan redaktur. Berita pun lengkap. Langsung buka email, berita langsung melesat ke kantor via surel (surat elektronik).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline