Suatu malam, Elfin Elyas, seorang staf di Kementerian Dalam Negeri, di hubungi Pak Acho Maddaremmeng, seniornya yang juga bekerja di kementerian yang sama. Pak Acho, mengajak Elfin, menemui Pak Anselmus yang sedang di rawat di rumah sakit.
" Fin, aku dapat tugas. Tadi di telepon Refly, untuk menemui Pak Anselmus," kata Elfin, menirukan permintaan Pak Acho, ketika mengajaknya untuk menemani menemui Pak Anselmus yang sedang terbaring di rumah sakit.
Kata Elfin, ketika itu Pak Acho mendapat telepon dari Refly, ajudan Menteri Dalam Negeri. Saat itu yang jadi Mendagri adalah Gamawan Fauzi. Refly sendiri, menurut pengakuan Pak Acho kepada Elfin, sudah menelpon Pak Anselmus. Dan, Pak Anselmus, sudah memberitahu bahwa dirinya lagi di rawat di rumah sakit. Namun, Mendagri sendiri ingin Pak Anselmus memeriksa rancangan kawat yang akan dikirimkannya ke seluruh Indonesia.
" Dan kawat itu harus dikirimkan pukul 7 pagi," kata Elfin.
Maka berangkatlah ia dengan Pak Acho ke rumah sakit tempat Pak Anselmus di rawat. Sampai di sana, di ruangan Pak Anselmus, perintah Mendagri pun di sampaikan. Saat itu, Pak Anselmus, sedang terbaring. Infus tergantung di sisi tempat tidurnya. Pak Anselmus, lalu meminta laptop.
" Bang Acho, keluarkan laptop, dan dengan micing-micing mata, Pak Anselmus kan suka pusing, ada masalah dengan matanya, beliau ketik rancangan kawat," kata Elfin.
Setelah selesai, Pak Anselmus, ujar Elfin, meminta Pak Acho membacakan kembali hasil ketikannya. Pak Acho pun membaca ulang hasil ketikan Pak Anselmus. Usai dibacakan ulang, Pak Anselmus, mengatakan semuanya sudah sesuai.
Kala itu, ia dan Pak Acho bingung. Hasil ketikan Pak Anselmus, mesti di fax ke seluruh Pemda jam tujuh pagi. Waktu itu, jam menunjukan pukul 5 pagi. Pak Acho, kata Elfin, memutar akal, membujuk suster untuk meminjam printernya. " Bang Acho bilang, memohon pada suster untuk mengeprint kawat itu. Karena harus diparaf Pak Anselmus," ujarnya.
Untungnya suster mau menolong, mempersilahkan Pak Acho untuk numpang ngeprin kawat di printer milik rumah sakit. Satu lembar kawat pun di print. Setelah itu langsung diberi paraf Pak Anselmus. Paraf di dapat, Elfin dan Pak Acho langsung pamitan kemudian bergegas pergi ke kantor Kemendagri. Di kantor, satu lembar kawat di perbanyak. Setelah itu langsung di fax ke seluruh Pemda di Indonesia.
" Kamu tahu mas, lulusan mana Pak Anselmus? Dia lulusan IPDN, yang kata Pak Ahok, harus dibubarkan. Dia adalah lulusan IPDN, yang penuh dedikasi pada pekerjaan. Demi Tuhan, saya tak bohong. Saya saksinya juga Bang Acho," tutur Elfin.
Elfin sendiri mengaku sebenarnya ia malas menceritakan kisah tentang Pak Anselmus. Kesannya, ia membangga-banggakan IPDN, alamaternya. Namun, ketika ia mendengar usulan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, agar IPDN di bubarkan, ia merasa perlu mengisahkan cerita Pak Anselmus, bahwa tak semua lulusan sekolah pamongpraja itu buruk dan bermasalah. Kata dia, masih banyak alumni IPDN yang penuh dedikasi, bahkan tak kenal waktu dan kondisi, tetap mengabdi, bekerja untuk negara. " Seperti Pak Anselmus,"katanya.