Perbatasan negara, ibarat sebuah titik terakhir dari kedaulatan bangsa. Karena itu, di tapal batas, rasa nasionalisme mesti terus dijaga dan dirawat. Namun, bila perbatasan tak diperhatikan, bisa jadi rasa nasionalisme itu sedikit demi sedikit luntur. Karena itu, kesejahteraan penduduk yang berdiam di wilayah perbatasan negara mesti diperhatikan. Jangan sampai, mereka merasa tinggal di halaman belakang negeri. Padahal mereka sejatinya, adalah penjaga merah putih di beranda paling depan Indonesia.
“ Jangan sampai, dada mereka merah putih, tapi perut mereka Malaysia,” kata Deputi II Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Suhatmansyah.
Kalimat itu diucapkan Suhatmansyah, di atas KRI Barakuda, saat berbincang dengan para wartawan yang ikut dalam kunjungan kerja BNPP ke Kabupaten Kepulauan Anambas, beberapa waktu yang lalu. Sebagai pejabat sebuah badan yang mengurusi perbatasan negara, Suhatmansyah sangat hafal seperti apa kondisi tapal batas negara. Menurutnya, tak perlu malu untuk mengungkapkan, bila kawasan perbatasan masih menjadi halaman belakang negeri. Padahal di tapal batas negara, semangat merah putih di uji.
“Tanda batas negara itu, roh kedaulatan. Karena itu perlu kita jaga,” katanya.
Menurut dia, memoles perbatasan dari halaman belakang, menjadi beranda depan negara, tak bisa dilakukan secara parsial. semua aspek mesti dibenahi, mulai dari keamanan, insfastruktur, hak-hak dasar warga hingga kesejahteraan. Bila warga di perbatasan, harkatnya terangkat, mereka pun akan merasa sebagai anak bangsa yang tidak di anak tirikan. Harus diakui, minimnya perhatian dari negara selama ini, membuat mereka seperti warga negara yang dinomor duakan.
“Masyarakat di perbatasan harus merasa sebagai anak bangsa. Tapi harus diakui, kondisi sekarang perbatasan belum baik. Di wilayah darat, di Sebatik misalnya, warga ada yang ngomong Pak, dada kami ini merah putih, tapi perut kami Malaysia,”katanya.
Kenapa sampai ada pengakuan seperti, karena kata Suhatmansyah, segala kebutuhan pokok warga yang ada di Sebatik itu, sebagian besar di datangkan dari Malaysia. Bahkan, kala sakit, mereka berobat ke Malaysia. “ Kata mereka, lebih murah, lebih cepat. Inilah yang harus kita rubah,”ujar Suhatmansyah.
Badan pengelola perbatasan sendiri, kata dia, telah membuat beberapa program strategis. Salah satunya adalah Gerbang Duta atau Gerakan Terpadu Pembangunan Kawasan Perbatasan. Karena itu pula ia datang ke Anambas, dengan mengajak wakil dari berbagai kementerian. Tujuannya, selain melihat langsung juga untuk menangkap apa yang dibutuhkan warga.
“Sehingga mereka betul-betul merasa sebagai anak bangsa,” katanya.
Membangun perbatasan, katanya lagi, tak bisa sendiri-sendiri, namun mesti terkoordinasi dan terintegrasi. Komitmen mesti disatukan. Sehingga gerak pembangunan saling terkait. Dengan begitu, mimpi besar menjadikan perbatasan sebagai beranda depan negara bisa cepat direalisasikan. “ Wilayah perbatasan kita tersebar di 38 kabupaten, dan terdapat 187 kecamatan di wilayah perbatasan,”ujarnya.
Anambas, kata Suhatmansyah, adalah salah satu dari 38 kabupaten yang wilayahnya ada di tapal batas negara. Anambas mempunyai potensi yang sangat besar. Perut buminya mengandung tambang. Lautannya kaya dengan ikan. Alamnya pun sangat indah, bisa dipoles menjadi salah satu tujuan wisata di Indonesia.
“ Kita berharap Pak Bupati siapkan cetak birunya. Nanti kita masukan ke rencana pembangunan jangka panjang 2015. Jadi apa yang diinginkan daerah harus konek dengan program pusat,” katanya.
Kesejahteraan warga di perbatasan harus menjadi prioritas. Pemenuhan kebutuhan pokok warga, mesti diutamakan. Karena bila perut kenyang, partisipasi pun bisa dibangun. Tapi, bila perut lapar, perbuatan yang tak diinginkan bisa saja terjadi. “Kalau perut kosong kan, patok bisa saja digeser, dijual. Masyarakat di perbatasan mesti jadi tameng hidup. Mereka berfungsi ganda, penjaga kedaulatan, juga warga negara yang membangun bangsa ini. Kita tentunya tak ingin kehilangan kedua kali. Cukup Sipadan dan Ligitan yang lepas," tutur Suhatmansyah.
Sementara itu, Bupati Anambas, Teungku Muhktaruddin, mengatakan pejabat dari pusat memang harus sering-sering blusukan ke perbatasan, agar tahu kondisi riil di tapal batas. Karena rata-rata wilayah perbatasan masih serba terbatas. Anambas misalnya, masih terkendala dengan problem infrastruktur, terutama jalur transportasi, selain kebutuhan akan fasilitas pendidikan. Tak hanya itu, sektor telekomunikasi juga masih terbatas. Di Anambas, hingga sekarang masih sulit dengan sinyal telepon. “ Saya berharap operator telekomunikasi segera bangun tower-tower disini,” katanya.
(Catatan saat tugas meliput ke Kepuluan Anambas, Kepulauan Riau)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H