Lihat ke Halaman Asli

Kang Jenggot

Karyawan swasta

Jawa yang Rapuh

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pulau Jawa, adalah salah satu pulau utama di negeri khatulistiwa. Ukuran kemajuan dan keberhasilan pembangunan, selalu dilekatkan pada pulau Jawa. Jawa pun sesak. Penduduk dari segala penjuru tanah air berjubelan. Pada akhirnya Pulau Jawa pun penuh beban.

Beban itulah yang membuat Jawa kian rapuh. Meski paling megah dan mewah diantara pulau-pulau besar lainnya di Indonesia, tapi daya dukung Jawa sebagai sebuah pulau makin melemah, terutama lingkungannya. Tak heran bila bencana datang, Jawa seperti tak berdaya.

Suatu sore, ada pesan masuk ke blackberry messenger saya. Pengirimnya, Kepala Bidang Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho. Bapak satu ini memang rajin mengirimkan info tentang bencana. Maklum sebagai kepala humas di badan yang mengurusi penanggulangan bencana, harus gesit mengabarkan pada khalayak segala hal ihwal tentang bencana di tanah air.

Pesan lewat BBM yang saya terima sore itu, bukan info kejadian bencana yang kerapkali Pak Sutopo kabarkan. Tapi inin tentang Pulau Jawa. Kata dia,

mungkin Jawa adalah pulau yang paling rawan bencana. Karena faktanya, kata dia, dari bencana-bencana yang terjadidi Indonesia nyaris semua terkonsentrasi di Jawa. Ia pun menyebut angka rata-rata kejadiab bencana di tanah Jawa. Rata-rata, kata dia,dari tahun 2002 hingga sekarang, lebih 50% kejadian bencana terjadi di Jawa.

“Pada tahun 2011, dari 2.066 kejadian bencana, sekitar 827 bencana (40%) terjadi di Jawa,” katanya.

Bahkan hasil teropongannya, trend bencana dan dampaknya di masa mendatangmakin besar. Dan Jawa yang paling rawan terkena dampaknya.Namun ancaman itu harus disikapi dengan dingin, kata dia. Karena harus ada solusi, minimal untuk tak membuat dampak begitu mendera dashyat. Sekaligus itu tentu saja menjadi tantangan seperti apa model pembangunan yang tepat bagi Jawa yang sudah sesak itu.

“Karena bencana dapat menjadi faktor penghambat pembangunan,” ujar dia.

Bencana bisa menyusutkan kapasitas produktif dalam skala besar yang berakibat kerugian finansial. Karena, bencana membutuhkan pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi agar kehidupan ekonomi kembali normal. Tegasnya, bencana memiliki dampak negative-sum game.

Rumusan sederhananya, jika suatu wilayah yang terkena bencana, maka pasti akanmengalami kemunduran ekonomi. Ada beberapa faktor mengapa Jawa makin rentan terhadap bencana, kata Pak Sutopo. Salah satunya dan mungkin yang utama adalah terjadinya disparitas pembangunan ekonomi antar daerah di Jawa dan luar Jawa. Disparitas ituperbedaannya demikian besar.

" Disparitas ini dapat dilihat dari indikator makro pulau, yakni kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa terhadap nasional, yaitu dengan minyak dan gas (60,12%) dan tanpa minyak dan gas (64,78%).Sedangkan 40%tersebar di luar Jawa," ujarnya.

Halini pada akhirnyamenyebabkan urbanisasi terus meningkat. Sekitar 129 juta jiwa atau 59% penduduk Indonesia tinggal berjubelandi Jawa. Akibatnya terjadi ekstraktif pembangunan yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Pendek kata pembangunan di tanah Jawa kurang ramah lingkungan. Setidaknya itu bisa dilacak dari ruang hijau di Jawa yang kian terpangkas habis oleh derap pembangunan.

" Tutupan hutan diperkirakan hanya 13% dari luas Jawa. Jauh dari idealnya 30%,” ujar Pak Sutopo.

Tak pelak, kecenderungan tersebut akan mengancam daya dukung lingkungan. Ujungnya dalam jangka panjang bakalmemicu terjadinya tiga macam krisis, yaitu krisis air, pangan dan energi. Terbukti, daya dukung lingkungan Jawa sudah terlampaui saat ini. Akibatnya watak hidrologi sungai-sungai di Jawa telah berubah dan mudah terjadi banjir dan kekeringan.

“Analisis risiko bencana menjadi faktor penting dalam perencanaan pembangunan,” ujarnya. Semoga belum ada kata terlambat untuk menyadari itu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline