Beristri dua memang sah-sah saja, asal mampu dan bisa berbuat adil. Cerita ini, saya kumpulkan dari obrolan warung kopi, juga dari gosip dan kabar burung yang dicengkramakan kala mereguk kopi dengan kawan-kawan. Jadi kebenarannya masih wallahualam. Bisa jadi benar, bisa juga salah.
Mohon maaf pada orang yang saya libatkan dalam tulisan ini. Apalagi yang mau saya ceritakan, adalah orang tenar di negeri ini, yakni ibu negara, Ani Yudhoyono. Namun sekali lagi cerita ini dari remahan obrolan di warung kopi, bukan sebuah karya jurnalistik yang penuh dengan cek and ricek dan konfirmasi.
Katanya, ibu Ani itu termasuk perempuan yang kurang suka akan poligami. Benar tidaknya, saya tak tahu, karena belum pernah mendengar ibu negara menyatakan seperti itu. Tapi dari obrolan warung kopi dan dari peredaran kabar burung yang sering di obrolkan sambil tergelak, Ibu Ani memang tak suka lelaki atau pria beristri dua. Pokoknya, kurang sreg bila suami menduakan cinta.
Dan kadangkala, menurut kabar yang beredar dari obrolan warung kopi, bila ada seseorang yang hendak dipilih katakanlah menjadi calon menteri, atau staf istana, akan di lihat dulu, apakah dia menduakan cinta atau tidak. Bila rumah tangganya diwarnai kisah perempuan kedua, maka pertimbangan Ibu Ani katanya ikut menentukan. Katanya, bila ada cerita tentang cinta kedua, kansnya untuk jadi menteri atau pejabat istana mengecil. Benar tidaknya, saya tak tahu, cuma itu obrolan warung kopi yang sempat mampir di kuping saya.
Pernah, suatu waktu, ketika SBY menjabat pertama kali, ada seorang pengamat tenar, muda dan pintar, di proyeksikan menjadi juru bicara Istana. Tapi karena si pengamat punya cerita tentang kisah menduakan cinta, akhirnya pilihan dibatalkan. Akhirnya si pengamat yang sempat memiliki 'kedekatan' dengan SBY, bahkan kabarnya menjadi teman diskusi dengan menantu Sarwo Edhie itu, sekarang berbalik menjadi pengkritik. Tapi sekali lagi, ini obrolan yang saya dengar dari cerita di meja warung kopi.
Keabsahan bahwa Ibu Ani kurang suka pria poligami, memang harus di uji kebenarannya. Tapi menarik, bila poligami jadi ukuran layak tidaknya seseorang menjadi pejabat publik. Maka bila benar, pria berpoligami lebih baik jangan coba-coba melamar menjadi menteri. Bila benar lho...
(Tulisan sembari mereguk kopi di sebuah warung kopi, sambil mendengarkan seliweran suara bajaj)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H