Lihat ke Halaman Asli

Kang Jenggot

Karyawan swasta

Aksi Cowboy Jalan Di Malam Minggu

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu,menjelang larut, saya meluncur pulang dari tempat kerja. Sabtu malam minggu, ketika itu. Jalanan ramai, dari arah Thamrin menuju blok M. Maklum malam minggu, banyak warga Jakarta, terutama yang muda, yang keluar rumah, menikmati malam.


Di ruas jalan raya Fatmawati, sebuah jalan utama yang menghubungkan jantung Jakarta, dengan wilayah batas selatan ibukota, seperti Cinere sampai tembus sampai Depok. Di ruas ini, meski waktu sudah melewati tengah malam, atau sudah masuk awal hari Minggu, jalanan ramai, tak biasanya, di jam yang sama di hari berbeda, jalanan tak seramai ini.


Bunyi knalpot motor meraung-raung. Saya yang mengendarai motor, dengan kecepatan santai, menuju arah Pondok Labu, melihat dari sisi seberang lajur yang berlawanan, tiga motor matic melaju kencang. Suaranya, memekak telinga. Pasti, karena knalpot yang dimodif atau dibobok, sehingga suara motor matic yang aselinya lembut, terdengar seperti bunyi motor yang sedang marah.


Tiga penunggangnya, tak berhelm. Badan membungkuk, tangan membetot gas sekuatnya. Mereka sedang adu kecepatan. Balap liar, memang kerap terjadi di ruas jalan Fatmawati raya. Yang saya lihat, kala melaju pulang, adalah salah satu adegannya.


Sembari melaju, menuju pulang, dalam benak saya, yang ada hanya kesimpulan, untuk apa mereka jadi cowboy liar di ruas jalanan umum. Mereka jelas, bukan Valentino Rossi, yang dibayar mahal, untuk adu cepat. Jalanan yang dipakai mereka berlagak seperti Rossi pun, bukan sirkuit tempat balapan. Tapi jalanan umum.


Banyak pertanyaan, dan heran tak berujung melihat tingkah mereka.Bagaimana, jika mereka kemudian celaka. Kepala tak pakai helm. Bahkan juga dari cowboy jalanan di malam minggu itu, bercelana pendek dan

berkaos oblong. Lalu, jika sedang sial dan terjungkal, atau berserempetan dengan pengemudi motor lain, atau mobil. Kalau hanya lecet mungkin tak seberapa. Tapi tak mungkin, jika hanya lecet, karena gas motor sendiri

di betot sekuatnya.


Parahnya, adalah patah tangan. Fatalnya meninggal. Tentang ini, saya pernah mendapat cerita dari seorang supir bajaj, yang kerapkali bolak-balik menyusuri ruas 'sirkuit' dadakan di Fatmawati Raya itu. Nama supir bajaj itu Toidin.


Suatu waktu, Toidin bercerita, pernah katanya, ketika mengantar penumpang, sama juga saat malam sudah begitu larut. " Mungkin sekitaran pukul dua," kata Toidin, saat mengisahkan pengalamannya.


Saat itu, kisah Toidin, bulan Ramadhan. Di dini hari itu, juga sama seperti yang saya saksikan, sedang ada pentas adu balap. Tiba-tiba, brakkk, satu cowboy yang sedang membetot gasnya, hilang kendali, karena bersenggolan dengan cowboy lainnya, tepat kejadian itu didepan bajajnya. Hanya berjarak, tiga meteran. Jadi para pembalap dadakan itu, saling melaju kencang dari belakang bajaj Toidin. Lalu bersenggolan, dan lepas kendali. Satu 'cowboy' meluncur menabrak trotoar, satu lagi, menggelusur di aspal jalan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline