Lihat ke Halaman Asli

Kang Jenggot

Karyawan swasta

Wali Kota Generasi Twitter

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senin, 24 Maret, pukul 13.04 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB), saya membaca kicauan yang ditweetkan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, yang menurut saya menarik. Lewat akun @ridwankamil, berkicau tentang agendanya hari itu yang akan pergi ke Kabupaten Kuningan. Ridwan pergi menghadiri acara. MTQ se-Jawa Barat.
Tapi yang bikin saya menarik, Ridwan dalam kicauannya mempersilahkan warga Kota Kembang yang tetap ingin berinteraksi dengannya bisa menghubunginya via Twitter. Menurut saya ini menarik. Memang haruslah seperti itu seorang pemimpin, menyediakan waktu 24 jam bagi yang dipimpinnya, lewat saluran apa saja. Di era internet seperti sekarang ini, Twitter adalah cara komunikasi yang sangat demokratis. Ridwan seperti paham akan hal itu. Paham terhadap kekuatan Twitter.
" 3 jam ke depan saya akan di perjalanan menuju Kab Kuningan utk MTQ se Jabar. Silakan yg mau interaksi via twitter," cuit Pak Wali Kota Bandung, Senin 24 Maret 2014, pukul 13.04.
Lewat twitter pula, Ridwan mendobrak sekat-sekat yang kerapkali menghalangi interaksi antara elit dengan rakyatnya. Di mana pun, dan kapan pun, Twitter bisa jadi jembatan penghubung antara yang memimpin dengan yang dipimpin. Ridwan melakukan itu.
Terus terang saya salut plus mengapresiasinya. Ridwan adalah Wali Kota generasi Twitter. Bukan penggede ala priyayi jaman dulu, yang selalu menempatkan diri sebagai majikan, bukan pelayan rakyat. Ridwan, justru menempatkan diri sebagai pelayan. Dan, siap melayani rakyat, dimana pun ia berada. Twitter adalah jawaban Ridwan, untuk senantiasa hadir bagi warga Paris van Java. Meski ia sedang berjarak jauh.
Sekarang, sudah bukan jamannya lagi pemimpin berlaku ala priyayi. Sudah usang, lagak elit yang bersikap ala majikan, hanya bisa memerintah, menunjuk tangan, tapi tak bersedia hadir dan berkomunikasi dengan rakyatnya. Era itu harusnya sudah lewat, sekarang sudah ada Facebook dan Twitter yang telah menjelma seperti republik sendiri. Republiknya semua orang.
Lewat Twitter atau Facebook, semua bebas mengeluarkan unek-uneknya. Bahkan bebas mencaci dan mengkritik, termasuk kepada pemimpinnya. Asal, pemimpinnya tak cupet hati, dikritik sedikit, mutung lalu melaporkan ke yang berwajib dengan dalih ala kolonial, pencemaran nama baik. Lewat Twitter dan Facebook pula, mata dan telinga pemimpin bisa menangkap setiap geliat dari keluh kesah rakyatnya. Gunakan itu, dan jadilah pemimpin generasi Twitter.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline