Lihat ke Halaman Asli

Kang Jenggot

Karyawan swasta

"Laksmana Cheng Ho" Tak Jadi Berlayar

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pesta demokrasi 2014, telah usai. Rakyat pun sudah menunaikan hak pilihnya kemarin, 9 April 2014. Meski hasil resmi penghitungan suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), belum dilansir, tapi rakyat Indonesia sudah mengetahui siapa pemenang pemilihan umum legislatif 2014. Adalah hasil hitung cepat atau quick count yang dilansir beberapa lembaga survei yang membewarakan klasmen akhir perolehan suara pemilu 2014. Tapi sekali lagi itu adalah hasil hitung cepat, bukan hasil rekap KPU. Jadi bukan hasil resmi.
Menurut hasil hitung cepat Indikator Politik Indonesia (IPI) lembaga risetnya Mas Burhanuddin Muhtadi, PDI-P adalah pemenang pemilu dengan raihan suara 19 persenan. Disusul Partai Golkar dengan perolehan suara 14 persenan. Lalu dikuntit Gerindra, yang sukses mendulang 12 persenan suara. Di urutan berikutnya adalah Demokrat dengan 9 persenan suara, PKB dengan 9 persenan suara juga, PAN (7 persenan), PKS (6 persenan), NasDem (6 persenan), PPP (6 persenan), Hanura (5 persenan), PBB (1 persenan) dan diurutan terakhir PKPI (nol sekian persen).
Bagi dua partai, yakni PBB dan PKPI, hasil hitung cepat ibarat pukulan yang langsung mengena ke ulu hati. PBB sendiri singkatan dari Partai Bulan Bintang (PBB), partai yang dipimpin Pak MS Kaban, mantan Menteri Kehutanan. Partai ini, punya ambisi mencalonkan Pak Yusril Ihza Mahendra, sebagai capresnya. Saya pernah lihat baliho besar bergambar Pak Yusril dekat RS Fatmawati dengan tulisan Capres 2014. Kini, baliho itu sudah diturunkan.
Nah, kalau PKPI, adalah singkatan dari Partai Kesatuan dan Persatuan Indonesia. Partai ini sekarang sedang dibesut Bang Yos, panggilan akrab dari Sutiyoso, mantan Gubernur Jakarta.
Kembali ke PBB, partainya Pak Kaban dan Pak Yusril. Tahukan Pak Yusril? Pak Yusril ini, selain Guru Besar Tata Negara, juga seorang pengacara tenar. Di PBB, dia menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro. Pak Yusril juga aktor. Dia pernah membintangi sebuah film drama kolosal berjudul, "Laksmana Cheng Ho." Nah, Pak Yusril ini jadi aktor utamanya alias pemeran Laksmana Cheng Ho. Laksamana Cheng Ho sendiri, adalah legenda sejarah, pengarung samudera yang punya peran dalam penyebaran Islam di Tanah Air.
Kini, perahu politiknya "Laksmana Cheng Ho," sedang oleng. Perahu itu sepertinya tak bisa digunakan sang Laksmana masuk ke lautan Senayan. Dan, dipastikan juga perahu itu sulit dipakai untuk mengarungi samudera Pilpres. Raihan suara 1 persenan, jelas adalah hasil buruk bagi PBB. Sebab, angka itu, masih kurang bila memang PBB ingin tercatat sebagai partai penghuni Senayan. Karena, aturan parliamentary treshold, sebagai syarat bagi semua partai masuk Senayan, mematok angka 3,5 persen.
Padahal, sang Laksamana Cheng Ho, punya ambisi besar jadi Presiden di republik ini. Tapi sepertinya sang Laksamana mesti menghentikan mimpinya bisa masuk Istana. Sebab raihan suara yang dikumpulkan perahu politiknya jauh dari harapan. Boro-boro bisa berlayar ke samudera Pilpres, masuk lautan Senayan saja, tak bisa. Syarat untuk berlayar ke samudera Pilpres sendiri lebih berat ketimbang syarat masuk ke lautan Senayan. Perahu politik sang Laksamana mesti bisa mengumpulkan 20 persen suara sah nasional atau 25 persen kursi di Senayan. Tapi, yang berhasil dikumpulkan hanya 1 persenan.
Alhasil, " Laksmana Cheng Ho" pun sepertinya gagal berlayar mengarungi samudera Pilpres 2014. Perahu yang ia tumpangi, jauh dari memenuhi syarat. Padahal, jauh-jauh hari sang Laksmana sudah kasak-kusuk mencari teman berlayar. Salah satu yang coba dipinang diajak berlayar, adalah Mbak Puan Maharani, putri dari Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI-P. Sampai kemudian muncul istilah Yuan, singkatan dari Yusril dan Puan. Namun nilai Yuan itu pun tak seperti Yuan Cina. Nilai Yuan langsung jatuh, begitu hasil hitung cepat dipublikasikan. Sang Laksamana Cheng Ho pun tak jadi berlayar.
Sawangan, 11 April 2014, Satu Dini Hari
@rakeyanpalasara
agusupriyatna@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline