Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Agun Gunandjar Sudarsa berpandangan bahwa perlu ada perubahan dalam penanganan aksi terorisme maupun radikalisme melalui program pendekatan yang bersifat preventif.
Hal tersebut disampaikan dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI, di ruang Media Center DPR/MPR/DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/4/2021).
"Saya melihat terhadap aksi-aksi kekerasan, aksi-aksi teror, anarkis dan sebagainya itu lebih banyak yang muncul di pemberitaan itu kegiatan-kegiatan (pendekatan) yang sifatnya represif," kata Agun.
Menurutnya, di tengah berkembangnya ideologi trans nasional (ideologi lintas negara), program sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang digagas MPR RI belum mampu menangkal aksi-aksi dengan pendekatan yang bersifat preventif tersebut.
"Saya di MPR, melakukan sosialisasi Empat pilar dan seberapa kuat MPR melakukan sosialisasi Empat pilar, dia bukan lembaga eksekutif, kewenangannya juga sangat amat terbatas, apalagi bicara soal anggarannya mau melayani sosialisasi Empat Pilar dari Sabang sampai Marauke," ungkapnya.
Selain itu,Wakil Ketua Umum DEPINAS SOKSI ini juga mengatakan bahwa upaya-upaya penangkalan bahaya radikalisme ini, tidak akan pernah bisa tuntas dan selesai karena pada fungsi representatif politik yang dijalankan oleh partai politik, itu terjadi polarisasi ideologi nasional kebangsaan yakni Pancasila.
"Akibatnya kebijakan yang dilahirkan adalah kebijakan yang tidak responsif terhadap aspirasi keinginan publik dan selalu menimbulkan pro dan kontra (dukung-mendukung isu publik). Pada akhirnya Kebijakan yang dikeluarkan lebih banyak diselesaikan dalam bentuk kompromi-kompromi politik, yang lebih pada tataran pragmatisme," tuturnya.
"Saya terbuka. Saya melakukan kritik terhadap partai politik hari ini, yang terjadi adalah pragmatisme. Contoh Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, itu diusulkan sudah begitu lama, bahkan sudah masuk prolegnas dan sampai hilang. Sekarang masuk lagi. Ini adalah contoh terjadi polarisasi ideologi," tegas Agun.
Menurut Agun, polarisasi ideologi di Indonesia tidak terlepas dari kepentingan global yang saling tarik-menarik mempengaruhi pemikiran setiap warga negara kita melalui berbagai macam saluran informasi.
"Radikalisme ini terjadi karena adanya polarisasi ideologi akibat adanya kepentingan-kepentingan global yang menginginkan pemahaman ideologi yang sama (ideologi asing tersebut diterapkan di Indonesia). Hal ini muncul di Parlemen sehingga hampir semua kebijakan terjadi tarik-menarik ideologi.", tutup Agun. (dari berbagai sumber)