Lihat ke Halaman Asli

Agun Gunandjar Sudarsa

Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI • Anggota Komisi XI DPR RI • Anggota DPR/MPR RI Fraksi Partai Golkar

MPR dan GBHN

Diperbarui: 23 Juli 2019   09:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

MPR RI  Pasca amandemen UUD 1945 tahun 1999 sampai dengan 2002, tidak lagi menjadi Lembaga Tertinggi Negara yang memiliki kewenangan memilih Presiden/Wakil Presiden dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Yang tertinggi bukan lagi lembaga MPR, yang tertinggi adalah UUD, demikian pasal 1 ayat (2) hasil amandemen.

Yang tertinggi adalah Hukum, UUD 1945 adalah Hukum tertinggi, yang menjadi pucuk dan puncak pengaturan penyelenggaraan pemerintahan negara.  Pasal 1 ayat (3)  menegaskan hal itu yang berbunyi :  Negara Indonesia adalah Negara hukum.

Dibawah UUD adalah UU (undang-undang), adapun Ketetapan MPR yang masih ada sebatas hanya untuk Tap. No. 1 tahun 2003 yang dinyatakan masih berlaku.

Untuk itu, kebutuhan GBHN tidak harus selalu dimaknai kehadirannya melalui Ketetapan MPR RI.

Karena sesungguhnya MPR tidak lagi berkewenangan untuk membuat ketetapan.  Kalau tetap pilihannya seperti itu, harus diawali terlebih dahulu melalui amandemen UUD.

Saya lebih memilih bukan dalam bentuk Ketetapan MPR, akan tetapi dapat melalui Undang Undang (UU). Yang pengerjaanya melalui Kajian Konstitusional MPR atas pasal-pasal UUD yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara.

GBHN adalah turunan pertama dari UUD yang memuat aturan lebih detail  dari pasal-pasal yang ada dalam UUD, yang menjadi arah dan pedoman dalam mencapai  Tujuan Negara sebagaimana dirumuskan  pembukaan UUD 1945.

GBHN Wajib dilaksanakan oleh Presiden dan semua Lembaga Negara sebagai panduan pelaksanaan penyelenggaraan negara yang setiap tahunnya dilaporkan dalam sidang tahunan MPR.

GBHN bukan program kerja pemerintahan negara, GBHN adalah haluan negara dalam garis-garis besar yang memuat prinsip dasar pelaksanaan pasal-pasal dalam UUD 1945 untuk jangka waktu panjang, setidaknya bisa dirancang untuk 100 tahun Indonesia merdeka (2045).

Dalam asumsi saya jumlah pasal yang dimuat dalam GBHN tidak terlampau banyak, 

Setidaknya 3 kali jumlah pasal UUD. Karena hanya memuat prinsip-prinsip dasar saja. ( contoh : pasal 33, dalam hal investasi di era global, harus dirumuskan secara jelas dan tegas tentang aturan "sebesar-besarnya untuk rakyat").

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline