Lihat ke Halaman Asli

Agun Gunandjar Sudarsa

Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI • Anggota Komisi XI DPR RI • Anggota DPR/MPR RI Fraksi Partai Golkar

Hentikan Dana Aspirasi, Lebih Baik untuk Pembiayaan Fungsi Partai Politik

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alokasi dana optimalisasi hasil pembahasan Rancangan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (RABPN) di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang direncanakan untuk dana aspirasi Anggota DPR yang total mencapai Rp.11,2 Triliyun, sebaiknya dialihkan untuk pembiayaan pendidikan, kaderisasi dan regenerasi pada tubuh partai politik sebagaimana amanat pasal 34 ayat 3a dan 3b UU No.2 Tahun 2011 tentang perubahan terhadap UU No.2 Tahun 2008 tentang partai politik.

Pasal 34 ayat 3a berbunyi: "bantuan keuangan dari APBN/APBD diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota partai politik dan masyarakat". Pasal 34 ayat 3b berbunyi : pendidikan politik yaitu yang berkaitan dengan kegiatan: pendalaman Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI, pemahaman hak dan kewajiban warga negara membangun etika dan budaya politik serta pengkaderan anggota partai politik secara berjenjang dan berkelanjutan”.

Selama ini masalah utama partai politik adalah pembiayaan, yang mengakibatkan fungsi partai politik utamanya yaitu kaderisasi dan regenerasi tidak berjalan normal, bahkan cenderung dikuasai para "pengusaha/pemodal" yang mengakibatkan terjadinya politik pragmatisme-transaksional-nepotisme melalui kepemimpinan oligarki dalam tubuh partai politik.

Selain itu, apabila dana aspirasi itu dikucurkan, maka jabatan “wakil rakyat” menjadi jabatan yang sangat "elitis", yang "menjanjikan" dan "menggiurkan", sehingga akan banyak orang berminat dengan orientasi materialistik tanpa konsep dan visi. Dampaknya adalah kompetisi untuk meraih jabatan “wakil rakyat” akan sarat politik uang karena eksploitasi transaksional antara pemilih dan calon.

Dalam kondisi kompetisi seperti itu sudah bisa dipastikan para penguasa partai yang berasal dari kalangan pemodal akan memanfaatkan "celah" ini untuk "mengutip" berbagai persyaratan untuk menjadi seorang Caleg (calon legislatif). Bagi yang memiliki uang atau dekat dengan penguasa partai politik tentu tidak ada masalah karena bisa menggunakan “bahasa uang” ataupun nepotisme, tapi bagi para Caleg yang berasal dari kalangan aktifis yang “kere”, hanya ada dua kemungkinan, yaitu : menjadi oportunis kehilangan idealisme atau menjadi kompromis dengan menghadirkan "Pemodal" yang ujung-ujungnya harus digantikan setelah terpilih sebagai Aleg (anggota legislatif). Jika demikian, kepemimpinan oligarki dalam tubuh partai politik menjadi semakin kuat, demokrasi sebatas prosedural tidak substansial, filosofi demokrasi bergeser “dari, oleh dan untuk rakyat”, menjadi “dari, oleh dan untuk Penguasa partai politik". Politik (kekuasaan) untuk bermanfaat bagi orang banyak menjadi politik untuk kepentingan pribadi/kelompok atau karel bisnis.

Gagasan pengalihan dana aspirasi untuk pembiayaan pendidikan dan kaderisasi politik serta regenerasi partai politik sejalan dengan perintah UU partai politik. Karena partai politik adalah satu-satunya lembaga yang memiliki fungsi pengisian jabatan-jabatan politik kenegaraan di pusat dan daerah, untuk eksekutif dan legislatif. Maka tanggung jawab untuk mempersiapkan kader-kader terbaik yang betul mampu dan paham mengurus rakyat merupakan tanggung jawab utama partai politik yang secara langsung memerlukan pembiayaan besar sehingga anggaran dari negara untuk pembiayaan fungsi partai politik agar partai politik normal bebas intervensi pemodal menjadi sangat relevan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline