Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Adib Mawardi

TERVERIFIKASI

Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Mengkritik dengan Bijak

Diperbarui: 10 Februari 2021   10:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kritikan (Volodymyr Hryshchenko-Unsplash)

Pujian adalah lambang kebaikan, sedangkan kritik adalah simbol keburukan.

Kira-kira begitulah yang tergambar dalam angan-angan hampir setiap orang sehingga mereka pun menjadi sangat siap dan bahkan mendamba pujian. Akan tetapi sebaliknya, mereka sangat tidak berkenan jika harus menerima kritikan.

Namun, pada kenyataannya benarkah pujian itu selalu baik adanya sebagaimana kritikan yang senantiasa dipersepsikan sebagai entitas yang buruk?

Tentu saja tidak. Sebab ada kalanya orang yang terus memuji pihak lain itu tujuan utamanya adalah justru untuk menjerumuskannya. Sementara itu, mereka juga banyak yang memberi kritikan sebab merasa khawatir dengan keadaan lebih buruk yang mungkin akan menimpa pihak yang disayanginya.

Bukankah dalam hal ini kritikan bisa berarti perhatian atau wujud kasih sayang dari seseorang atas pihak lainnya?

Namun, oleh karena hampir semua orang atau pihak itu tidak siap untuk dikritik, maka seringkali respons yang mereka beri adalah mengacuhkan bahkan memperkarakan pihak yang sudah memberi kritikan. Maksud hati adalah baik namun karena tak ada kesepahaman dari si penerimanya ternyata justru berujung kenahasan.

Oleh sebab itulah, kita kiranya dapat belajar dari sebuah panduan yang bermanfaat yang pernah diajarkan dalam agama Islam tentang bagaimana cara untuk memengaruhi sikap orang atau pihak lain tanpa membuat mereka yang menerimanya itu merasa tersingung. Yakni dengan berbekal kebijaksanaan (al-hikmah) dan tutur kata yang baik (al-mau'izhat al-hasanah) dalam menyampaikannya.

Sikap bijak yang dimiliki oleh seseorang sebelum ia memengaruhi pihak lain inilah yang kiranya akan menjadikannya lebih tenang dalam menyampaikan pandangan sehingga akan jauh dari kesan memaksa dan menggurui.

Sebab seseorang yang memiliki kebijaksanaan (wisdom) ketika mengkritik ini juga bisa berarti mereka telah memiliki pertimbangan yang cermat dan matang tentang segala hal yang akan terjadi dari setiap tutur katanya. Termasuk dalam hal ini adalah respons dari mereka yang akan menerimanya.

Sehingga, jika ada reaksi yang mungkin dianggap tak bersesuaian dengan angan-angannya, maka ia pun akan tetap memiliki hati yang dingin dan pikiran yang jernih dalam menghadapinya.

Sebab ia senantiasa berkeyakinan bahwa barangkali mereka yang mendapat kritikan itu belum dapat menerima tutur katanya lantaran belum mampu memahami secara menyeluruh apa yang telah telah disampaikannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline