Bangsa Indonesia dan bahkan hampir seluruh bangsa di dunia saat ini benar-benar mengalami derita yang dialami oleh Nabi Ayyub. Mengalami kesakitan yang bertubi-tubi tanpa tahu kapan masa berakhirnya, kecuali hanya menebak jika indikatornya demikian berarti sakit, jika tak ada indikator berarti sehat.
Jika sudah melewati masa sekian hari dan masih hidup berarti sembuh. Keadaan ini terus berlangsung hingga mereka benar-benar merasa ragu akan keadaan diri mereka sendiri, sebenarnya benar-benar sakit atau hanya sekadar gejala sakit yang dibenar-benarkan.
Kemudian, dengan beberapa temuan yang mereka miliki kontan mereka beranggapan jika sudah diberi ini pasti tidak akan pernah sakit lagi, tanpa sadar sepenuhnya siapa sebenarnya yang bisa memberi sakit dan siapa yang memberi kesembuhan.
Kondisi mereka yang sedemikian ini jelas tidak sepadan jika dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub, yang seakan tak pernah merasa mengeluh atas apa yang dideritanya.
Seakan penderitannya ini membuat si setan dan iblis pun kecele dan menyesal sepenuhnya karena dulu mereka sangat curiga bahwa keadaannya yang rajin beribadah dan mendekat pada Tuhan itu lantaran kondisi kesehatan, bergelimang harta maupun fasilitas-fasilitas lain yang dimilikinya.
Oleh karena begitu kuatnya anggapan mereka ini, mereka pun mengemis pada Tuhan agar mencerabuti segala kenikmatan yang disandang oleh Nabi Ayub itu sebagai ujian atas keimanannya.
Namun, ternyata keimanan Nabi Ayyub tak sesederhana dugaan mereka. Ia tetaplah sosok yang khusyuk yang mampu berasyik masyuk dengan Tuhannya terlepas ada atau tak adanya nikmat yang hinggap dalam kehidupannya.
Beliau senantiasa menyadari bahwa kebahagiaan maupun pesakitan sejatinya merupakan ragam bentuk rahmat dari Tuhan, sehingga dengan begitu mudahnya beliau tetap rela saat Tuhan berbuat apa saja pada dirinya yang sudah menjadi kehendak-Nya.
Tak pernah sekalipun beliau protes apalagi mengeluh atas segala ketetapan-Nya itu meski menyadari sepenuhnya bahwa yang hendak beliau alami adalah penderitaan.
Telah akrab dalam pemahaman kita salah satu munajat beliau kepada Tuhan yang terabadikan di dalam kitab suci Al-Qur`an saat menjalani berbagai ujian berupa penyakit yang seakan tak berkesudahan itu:
Robbii annii massaniya adh-dhurru wa anta arhamu ar-raahimiin. Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah memperoleh sebuah ujian berupa rasa sakit yang teramat sangat dan sebenarnya Engkau-lah Dzat Yang Maha Mengasihi.