Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Adib Mawardi

TERVERIFIKASI

Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Aku Memang Biasa Tergesa-gesa

Diperbarui: 12 Oktober 2020   14:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Andy Beales (Unsplash) 

Sedari dulu, aku memang sudah terbiasa dengan pola hidup yang tergesa-gesa. Jika bagi sebagian orang sikap ini adalah kelemahan, namun tidak bagiku.

Latar belakangku yang berasal dari anak orang yang berada sekaligus keturunan dari sosok yang tersohor, menjadikan aib ini menjadi sebuah pemakluman tersendiri untukku.

Bangun kesiangan dan berangkat ke sekolah dengan tergesa-gesa, itu adalah makanan sehari-hari. Apakah bapak ibu guru memarahiku? Coba saja jika mereka berani, beking di belakangku akan selalu sedia untuk menuntaskannya. 

Saat ujian aku mencontek. Saat mengerjakan pekerjaan rumah aku suruh babuku untuk mengerjakannya. Yang kutahu semua sudah beres dengan sekedipan mata.

Itupun sebenarnya masih tak seberapa. Sebab saat belajar di perguruan tinggi dulu, dengan mudah aku menuntaskannya. Cukup kubeli saja ijazah dari para pelacur akademik yang haus recehan itu, niscaya gelar sarjana, magister, dan doktor dengan mudahnya berjejer-jejer di belakang namaku. Dan tinggal sejengkal lagi kan kulekatkan gelar profesor itu di depannya. 

Saat berbisnis aku menelikung para sainganku. Mencitrakan keburukan pada mereka yang seakan tiada habisnya. Dengan demikian, seolah-olah akulah yang terbaik di bidangnya. 

Begitu pelanggan dan klien kudapat, kukibuli mereka semua sehingga aku pun meraup untung yang berlipat. 

Oh, iya, soal perizinan. Tak perlu lah khawatir soal legalisasi yang sebatas formalitas itu. Cukup dengan ubur apen semuanya kan kuatasi. Bukankah di dunia ini manusia sedang di mabuk uang.

Saat menjabat, tak perlu lama-lama aku membuat kebijakan, peraturan, undang-undang. Sebab itu terlalu bertentangan dengan kebiasaanku sedari kecil, tergesa-gesa. Asal kelihatan sudah cukup keren, gagah dan aku pun dapat untung, maka tinggal tunggu apalagi?

Rakyat menjerit, mana aku peduli. Silakan saja mereka berteriak selantang-lantangnya dan yang bicaranya paling lantang kan kubungkam suaranya.

Tapi, tak selamanya kulakukan cara-cara yang biasa ini. Terkadang aku harus pandai bersandiwara agar seolah-olah aku peduli pada nasib mereka. Aku harus mampu berubah menjadi psuedo-hero bagi mereka. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline