Setelah saya sempat bercerita pada tulisan terdahulu tentang kebiasaan saya menulis dengan jurus 61 jari, yang saya syukuri karena masuk pada kategori artikel utama di Kompasiana, maka pada tulisan ini saya ingin berkisah secara khusus mengenai waktu yang biasa saya habiskan untuk merampungkan karya-karya saya.
Yuk, langsung saja. Mari kita mulai...
Saya akan membuka cerita dari sebuah media yang dikenal dengan slogannya sedikit nakal banyak akal. Pada salah satu keterangan ketentuan tulisan bagi kontributornya, media itu telah mencandai mereka dengan proses perampungan tulisan yang hanya selama seperminuman kopi.
Sebentar...Seperminuman kopi? Berapa lama itu? Demikian yang mungkin terbersit dalam benak pembacanya.
Kita perkirakan saja durasi kopi mulai dari kondisi yang masih panas hingga menjadi hangat, lamanya adalah sekitar 30 menit. Mungkin saja, itulah waktu yang akan dihabiskan oleh seorang penulis untuk menyelesaikan sebuah tulisan artikelnya.
Lantas, apakah tulisan kita pasti akan selesai dengan durasi ini?
Ya, itu tergantung seberapa lancar kita dalam menyelesaikannya.
Anggaplah untuk kategori tulisan yang paling kita kuasai isinya saja, seperti tulisan tentang cerita pengalaman pribadi.
Pada umumnya, untuk menyelesaikan tulisan yang ringan seperti ini, kita akan mampu menyelesaikannya dalam waktu setengah jam-an. Atau, bisa jadi kurang dari itu, jika posisi kita adalah seorang penulis handal yang sekaligus mampu mengetik secara ulung.
Rincian tulisan yang bisa kita selesaikan untuk durasi itu adalah untuk sebuah artikel sederhana yang panjangnya kira-kira 700-an kata.
Apakah tulisan kita akan langsung ideal dengan durasi itu? Jawabannya tentu akan kembali pada tingkat kemahiran si penulis itu sendiri. Semakin mahir ia menyusunnya, maka hasil tulisan pun akan kian sempurna.