Lihat ke Halaman Asli

Taryadi Sum

TERVERIFIKASI

Taryadi Saja

Tak Nurut Orang Tua, Saya Diikat di Sepeda

Diperbarui: 13 Mei 2020   15:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa puluh tahun yang lalu, ketika saya masih anak-anak, salah salah satu kebiasaan anak-anak di kampung kami ketika ngabuburit menjelang sore  adalah dengan berenang di sungai.  Setiap habis dzuhur, kami secara alamiah berkumpul di sungai. Dari mulai lompat tebing yang tingginya lebih 5 meter, menjatuhkan diri dari pohon yang menjuntai ke sungai dan sebagainya.

Dua jam bermain sungai rasanya belum cukup meski mata sudah merah. Biasanya saya sendiri baru berhenti jika kakak saya sudah memanggil pulang disuruh orang tua.... Kalau sudah situasi seperti ini, biasa ada jeweran ibu, atau paling tidak diomelin habis-habisan. Namun meski demikian, besok pagi sudah lupa dan terus berulang.

Sebetulnya orang tua tidak melarang bermain sungai, hanya saja jangan berlebihan sampai mata merah. Belum lagi kulit yang sebelas-dua belas seperti  kulit singkong bakar. Tapi yah, namanya anak-anak, tidak berani maka harus siap dibully. Maklum saat itu, gadget terbaik Cuma radio kecil untuk dengerin dongeng radio setelah Ashar.

Suatu ketika, ibu saya mungkin sedang kurang happy sehingga marahnya mencapai ubun-ubun mengetahui saya sudah ada di sungai lagi untuk kedua kalinya hari itu. Tanpa menyuruh kakak untuk minta pulang, dia sendiri yang nyusul saya kesungai.

Melihat ibu, saya faham apa yang akan dihadapi. Tanpa pamit ke teman-teman saya segera beranjak dari sungai dan langsung pulang tanpa menemui ibu dulu. Sampai dirumah, rupanya yang saya hadapi lebih buruk.... Ibu saya sudah menyiapkan tambang dan mengikat saya di sepeda tua bapak yang ada di samping gudang padi belakang rumah.

Waktu itu mungkin kelas 3 atau 4 SD karena saya masih merasa itu hukuman yang tidak main-main. Saya merasa ketakutan tidak dilepas dan tidak dikasih makan untuk waktu yang lama sehingga saya menangis sejadi-jadinya. Setelah ibu saya melihat saya capek menangis, dia membuka tali sambil mengatakan untuk tidak mengulangi lagi melanggar larangan orang tua.

Oh, sekarang itu tinggal kenangan. Sayangnya mungkin lebaran ini tidak bisa pulang menemui ibu dan sungai yang melatih saya pandai berenang.

Selamat siang, ma.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline