Kisah sebelumnya di Bagian Pertama
Suasana pagi Kota Ruteng, Ibukota Kabupaten Manngarai, Nusa Tenggara Timur, terasa sangat sejuk dan bikin betah. Berbeda sekali dengan Kota Kupang yang sangat gersang dengan tanah kebanyakan pasir berbatu. Namun saya sadar ini sudah hari ketiga sejak saya mengabari istri kalau saya akan berangkat dari Kupang. Saya harus meninggalkan kota itu agar istri tak terlalu lama menunggu.
Perjalanan ke Labuhan Bajo ditempuh selama setengah hari. Pada perjalanan kali ini, saya mendapat kenalan 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Kami menjadi akrab karena ternyata satu tujuan, yaitu ke Jawa Barat. Dalam perkiraan saya, perempuan sekitar 30 tahunan itu anak salah satu dari lelaki itu yang umurnya sekitar 50 an.
Betapa kecewanya saya ketika mendapati jadwal keberangkatan kapal ferry ke Sape, Pulau Sumbawa baru ada besok malam, artinya saya harus tertahan dan menginap lagi di kota pesisir ini. Saat itu Labuhan Bajo tak seterkenal sekarang dengan obyek wisatanya. Losmen di situ ternyata lebih bagus daripada yang di Manggarai, saya mendapat 1 kamar ukuran kecil dan kamar mandi di dalam dengan tarif 12.500 rupiah semalam. Tiga kenalan tadi tampaknya ngumpul meggunakan satu kamar yang lebih besar.
Sekedar menghabiskan waktu malam, setelah Isya saya main-main ke pelabuhan. Di sana ada sekitar 10 orang yang sedang memancing di sela-sela dermaga dan kapal. Lumayan menggoda juga kegiatan itu. Sambil berkeliling saya mengamati satu per satu pemacing, barangkali ada yang membawa joran lebih dan bisa dipakai. Lumayan, tiga ikan karang saya dapatkan dan saya berikan semuanya ke pemilik joran itu.
Pagi beberapa saat sebelum mata hari terbut, saya sudah duduk-duduk bangku teras losmen. Beberapa saat kemudian, perempuan kenalan di bis kemarin juga tampak menuju ke situ. Hanya sekedar menyapa, saya tanyakan apakah bapaknya sudah bangun atau belum.
"dia bukan bapak saya kok, sama seperti Mas, saya juga baru kenal dengan dia di bis kemarin... " Sambil tampak malu-malu. ""Oh... tapi kok sekamar...?" saya pertahankan untuk tetap berprasangka baik. "Enggak mas, uang saya tidak cukup untuk membayar 1 kamar, jadi saya patungan sama mereka. Gak terjadi apa-apa kok, bapak itu baik". Saya hanya manggut-manggut saja.
Fikiran saya kembali kepada sehari sebelumnya di Manggarai, ternyata resiko yang diambil perempuan itu lebih nekat lagi. Teman tidur dia adalah dua laki-laki dewasa yang bisa melakukan apa saja ketika dia tertidur.
Saya jadi tersenyum sendiri dan ingin nyanyi berteriak "penguasa... penguasa... berilah hambaMu uang...."
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H