Lihat ke Halaman Asli

Taryadi Sum

TERVERIFIKASI

Taryadi Saja

Kapan Melewati Batas Kecepatan dianggap Pelanggaran?

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kemarin siang ketika saya pulang dari Sumedang ke Bogor, lagi-lagi saya harus melalui jalan tol yang sangat panjang. Masuk Tol Padaleunyi di Cileunyi (Bandung) keluar di Cikunir (Jakarta), masuk lagi Tol Jagorawi di Cibubur keluar di Sentul Selatan, Masuk lagi Tol Lingkar Luar Bogor dan berakhir di Warung Jambu.

Menjalani empat atau lima ruas tol secara beruntun selama 3 jam sungguh sangat melelahkan. Karena tidak banyak aktivitas selain injak gas dan kopling, berkendara di jalan bebas hambatan itu sesungguhnya menjemukan dan tidak mengherankan jika banyak yang mengantuk. Saya sendiriseringkali diserang kantuk ketika berkendara di jalan itu, termasuk kemarin itu.

Selain ngantuk, potensi bahaya di jalan tol juga karena banyaknya pelanggaran lalu-lintas yang terjadi. Yang paling banyak saya lihat kemarin adalah melewati batas maksimal kecepatan dan mendahului dari sebelah kiri. Ini juga bukan yang pertama kalinya, setiap berkendara di tol, selalu melihat pelanggaran-pelanggaran itu terjadi bahkan di depan kendaraan petugas dan kendaraan polisi. Saya tidak begitu paham terhadap hukum dari dua pelanggaran tersebut, tetapi menurut akal sehat saya seharusnya jika batas kecepatan maksimalsudah ditetapkan, maka yang melebihi harus kena hukuman (tilang).

Waktu saya berkendara di area konsesi PT. Freeport di Timika, Irian Jaya, mobil yang melaju melewati batas kecepatan akan segera tertangkap sensor sekuriti sehingga bisa segera ditindak. Yang melanggar sampai 3 (tiga) kali katanya SIM nya dicabut. Tapi entahlah karena saya belum pernah melanggar di area tersebut sehingga tidak pernah berurusan dengan security.

Di jalan-jalan di Indonesia, baik di tol maupun di jalan bukan tol, melampoi batas maksimum kecepatan sepertinya belum dianggap sebagai sebuah pelanggaran. Saya sering merasa dianggap pengemudi blo’on ketika di jalur kanan jalan tol memacu kendaraan “hanya” 100 km perjam terus-terusan diklakson atau disorot lampu besar oleh kendaraan di belakang yang akan mendahului . Padahal kecepatan 100km adalah maksimal yang tidak mungkin dilalui kendaraan lain jika mengikuti aturan batas maksimal kecepatan.

Sampai kapanrambu batas kecepatan hanya dijadikan sebagai himbauan saja? Padahal banyak sekali kecelakaan terjadi akibat pelanggaran batas kecepatan tersebut…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline