Lihat ke Halaman Asli

Taryadi Sum

TERVERIFIKASI

Taryadi Saja

Menikmati Kerepotan Transportasi Akibat KRL Anjlok

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13493297952125323355

[caption id="attachment_216261" align="aligncenter" width="600" caption="gerbong ketiga dari depan menabrak peron belakang stasiun (Dina Sulistyaningtias)"][/caption]

Pagi tadi saya baru saja memarkir sepeda motor di tempat penitipandi Stasiun Cilebut, tiba-tiba ada SMS dari pimpinan saya yang mengabarkan ada kereta anjlok di Cilebut dan menyarankan saya naik dari stasiun Bojong Gede untuk menuju kantor di Kalibata.

Sampai di seberang stasiun, suasana memang sudah sangat ramai dan angkot 07 ke arah Bojong Gede umumnya penuh. Sayapun langsung bergabung dengan calon penumpang lain yang akan tetap pergi bekerja dengan mengupayakan naik kereta dari Stasiun Bojong Gede. Saya pikir tidak penting melihat apa yang terjadi di stasiun sana, saya lebih memikirkan bagaimana caranya bisa sampai di kantor seperti biasa.

Anjloknya kereta di stasiun tersebut membuat mobilitas KRLantara Bogong Gede dan Bogor terhenti. Padahal ribuan manuasia biasanya menuju Bogor setiap pagi dan puluhan ribu lainnya bergerak kea rah Jakarta. Makanya tidak heran jika pagi itu jalan raya Cilebut-Bojong Gede jadi sangat ramai, bahkan hampir macet total.

Tadi pagi, selain sulitnya mendapat angkot, saya harus berhenti sekitar 1 km sebelum stasiun dan dilanjutkan berjalan kaki karena angkotnya sudah tidak bergerak lagi. Demikian juga dengan puluhan atau mungkin ratusan orang lain yang memang perlu naik kereta dengan segera. Jika tetap dalam angkot, tidak mustahil baru akan sampai di stasiun itu satu jam kemudian.

Tiba di stasiun Bojong Gede suasana bertambah meriah.Penumpang dua stasiun potensial yang disatukan menghasilkan kerumunan orang seperti di panggung hiburan, padat dan penuh sesak. Dengan kondisi itu saya biasanya mengalah untuk tidak naik kereta yang pertama datang yang sudah pasti diserbu ribuan orang. Maka sayapun keluar dulu dari kerumunan itu sampai datangnya kereta kedua.

Setelah datang kereta kedua, saya memaksakan diri untuk naik agar tidak terlalu kesiangan sampai di kantor. Meskipun tidak sepadat kereta pertama, pintu KRL Commuterline yang berAC itu ternyata masih terbuka yang menunjukkan bahwa penumpangnya masih berjubel sampai pintu.

Di tengah perjalanan, semua penumpang memperbincangkan kereta yang anjlok itu yang ternyata KRL Commuterline. “Untunglah Commuterline…..”. Kita memang sering kali memandang sebuah kecelakaan dari sisi baiknya, yaitu untunglah tidak menimpa diri kita atau untuk tidak lebih parah. Saya bayangkan jika yang anjlok itu kereta ekonomi, sudah pasti ratusan penumpang yang naik diatap akan terpental kemana-mana. Yaaa… untunglah tidak menimpa mereka.

Dalam dua artikel saya sebelumnya, saya menceritakan tentang sulitnya transportasi di wilayah pedalaman. Kerepotan perjalanan Bogor-Jakarta karena adanya kereta anjlok ini tidak ada artinya apa-apa dibanding mereka yang kesulitan transportasi di pedalaman Papua dan Kalimantan. Karena itu, saya nikmati saja kerepotan perjalanan itu…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline