Lihat ke Halaman Asli

Taryadi Sum

TERVERIFIKASI

Taryadi Saja

Hebat, Nelayan Aceh ke Tengah Selat Malaka Hanya Pakai Perahu Motor Tempel

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan April lalu, saya melakukan perjalanan survey  ke Selat Malaka, sekitar 40 mil dari garis pantai Kota Lhokseumawe ke sebelah utara. Kawasan itu merupakan area perairan Krueng mane, area tangkapnya nelayan  Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe.

Karena jauhnya kawasan tersebut dari tepi pantai bahkan sudah menghadap Samudera Hindia,   saya memperkirakan kawasan tersebut bebas dari nelayan yang menggunakan perahu motor tempel. Dalam asumsi saya hanya nelayan-nelayan dengan kapal motor ukuran cukup besar saja yang dapat menjangkau kawasan tersebut.

Saya sendiri bersedia ke tempat tersebut dengan syarat bahwa kapal yang digunakan memenuhi standar keselamatan. Dan client yang membiayai kami terpaksa harus menyewa tugboat dengan biaya lebih dari 150 juta untuk penggunaan sekitar 24 jam.

Setelah seharian  mengamati  laut sekeliling di sekitar anjungan lepas pantai milik Exxon Mobil tersebut saya memang tidak menemukan satupun kapal nelayan. Yang terlihat dari jauh hanya beberapa kapal kargo dan tanker besar, itupun sangat samar-samar karena jauhnya. Itu semakin memperkuat asumsi saya bahwa ini bukan area tangkap nelayan biasa. Kapal yang kami sewa cukup besar dengan panjang 32 meter dan lebar 8 meter lengkap dengan faslitas komunikasi dan keselamatan pelayaran.

Akhir Bulan Juli 2014 saya kembali lagi ke tempat itu untuk melakukan penelitian yang sama, mengambil sampel air laut, mengukur kualitas udara, mengambil sedimen dasar dan mengamati keberadaan nelayan. Sepanjang jalan kami tidak melihat apa-apa kecuali cahaya lampu-lampu kapal karena kami berangkat malam agar sampai di flatform Exxon pagi hari.

Saya kaget bukan kepalang ketika sampai di lokasi melihat ada perahu kecil yang sedang menangkap ikan di sana. Perahu pompong itu mungkin ukurannya panjang tidak lebih dari 7 meter dan lebar setinggi orang dewasa. Dari tugboat yang kami sewa, nampak ada beberapa orang yang sedang memainkan jarring ikan yang menunjukkan bahwa mereka memang sedang menangkap ikan.

Sungguh luar biasa kenekatan mereka. Saya lebih ingin menyebutnya nekat  daripada  berani, karena sepertinya mereka tidak takut lagi pada maut apaabila diterjang ombak besar. Jarak 40 mil laut itu hampir 70 km ke pesisir. Tidak ada yang bisa menyelamatkan mereka jika terjadi ombak besar. Saya saja yang menggunakan tugboat butuh waktu 8 jam dari pelabuhan terdekat untuk menjangkau tempat tersebut.

Ah…nelayan itu jadi mengingatkan saya pada sebuah syair lagu lama “nenek mogangku orang pelaut…..”. Betapa keberanian mereka luar biasa. Meskipun kecepatan erahu mereka bisa 2 kali lipat dari tugboat kami, tapi mereka tetap tak akan bisa menghindar jika terjadi gulungan ombak besar. Saya bahkan tidak bisa membayangkan berapa lama mereka melaut karena kapal sekecil itu biasanya tidak dilengkapi dengan es untuk mempertahankan kesegaran ikan hasil tangkapan mereka.

Di tengah kekaguman terhadap kenekatan mereka, saya sebenarnya agak menyesalkan melihat mereka. Karena itu berarti akan menggugurkan hipotesa saya bahwa di sana bukan area tangkapnya nelayan kecil yang hanya menggunakan perahu motir tempel. Tapi fakta menunjukkan demikian dan sayapun tak ada alasan untuk mempertahankan asumsi semula yang sudah tertuang pada Baseline lingkungan yang sedang saya susun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline