Lihat ke Halaman Asli

Cita Rasa Kebanggan akan Indonesia

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebelum bertanya  "kenapa bangga menjadi bangsa Indonesia ?", mungkin ada baiknya yang ditanyakan terlebih dahulu adalah "banggakah Anda menjadi bagian dari bangsa Indonesia ?". Secara normatif, terlepas dari penuh penghayatan atau tidak sebagian besar dari kita akan menjawab "bangga !", sebagian kecil lain bukan tidak mungkin menjawab "tergantung, dalam hal apa dulu saya harus bangga ?", dan sisa kemungkinan terburuk adalah menjawab "tidak !". Lho ko bisa ?, why not ?!!!.

Kenapa menjawab "tidak" ?

Saya tidak bisa menjudge orang-orang yang menjawab "tidak bangga menjadi bangsa Indonesia" adalah orang-orang yang tidak mempunyai rasa kebangsaan atau cinta terhadap tanah air mereka sendiri. Saya lebih percaya kalau mereka sudah gerah melihat tindak-tanduk orang-orang yang "diamanahi" untuk memimpin pengendalian bangsa tapi tidak amanah. Mereka menilai bahwa kondisi bangsa ini sebetulnya bukan lagi dibangun melainkan dirusak, sehingga tidak adalagi yang bisa dibanggakan, dan merupakan suatu penghinaan terhadap diri  jika harus membanggakan  kondisi bangsa yang sebetulnya hancur.

Orang-rang yang merasa "tidak bangga", tolak ukur rasa kebanggaanya adalah kondisi riil saat ini yang menurut mereka kondisinya sangat tidak baik. Mereka sudah putus asa dengan harapan masa depan bangsa. Mereka tidak lagi melihat bagaimana bangsa ini diberi "modal" oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Mereka menganggap bahwa "modal-modal" tersebut seperti kekayaan alam, kekayaan intelektual, kekayaan budaya dan kekayaan lainnya bangsa Indonesia telah digerus oleh ketamakan dan keserakahan individualis.

Sejatinya kondisi orang-orang untuk berpikiran dan berperasaan "tidak bangga sebagai bangsa Indonesia" belumlah mengkhawatirkan. Tapi ercaya atau tidak, hal  tersebut  akan muncul sebagai "puncak gunung es" dari ketamakan dan keserakahan individual dan golongan. Jadi, hentikan keserakahan dan ketamakan individual dan golongan kalau tidak ingin generasi kedepan kita tidak lagi mempunyai jati diri kebangsaan.

Kenapa menjawab "tergantung, dalam hal apa dulu saya harus bangga ?"

Orang-orang yang menjawab demikian bukan berarti mereka sedang tawar-menawar "Wani pirooo... ?" untuk mereka menjawab "bangga" atau "tidak" ?. Kondisi dimana orang-orang mulai memilah-memilah rasa kebanggaan terhadap bangsanya adalah setengah langkah menuju kehilangan jati diri bangsa. Jelas ini berbahaya, dalam benak pikiran mereka ada beberapa hal yang membanggakan akan bangsanya, tapi ada pula yang memalukan.

Mereka akan berkata "sangat bangga" manakala yang dibahas adalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan ketuhanan yang maha esa, dan itu berarti  bangsa Indonesia adalah bangsa yang tekun beribadah dan menjaga diri dari kemungkaran. Namun, secara ironis mereka akan tertunduk malu seraya berkata "saya tidak bangga menjadi bangsa Indonesia" manakala yang dibicarakan adalah bangsa-bangsa terkorup.

Sangat miris bukan ?, berketuhanan tapi korup.

Perbedaan yang menjawab "tergantung" dan "tidak" sangat beda-beda tipis. Bedanya yang menjawab "tidak" sudah benar-benar apatis terhadap bangsanya sendiri, dan hal seperti inilah yang sering berujung pada pencarian suaka kewarganegaraan kepada negara lain. Sedangkan yang menjawab "tergantung" masih memiliki harapan bahwa bangsa ini masih bisa menciptakan hal-hal yang membanggakan.

Kenapa menjawab "bangga" ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline