Lihat ke Halaman Asli

Kang Kalih

Petualang pendidikan nusantara

Papua, Bumi yang Tersembunyi (3)

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menuju Boven Digoel

PK-NUH, Twin Otter yang membawa ke Tanah Merah. Pagi hari di hari Senin kota Merauke cukup ramai.  Padahal kalau di Bogor masih dini hari.  Anak-anak sekolah lalu lalang.  Kami sudah berada di bandara. Pesawat Twin Otter Merpati sudah ada di apron.  Namun ternyata pesawat terbang ke Muting dulu.  Tanah Merah harus menunggu sekembalinya pesawat.  Jadi di sini jadwal penerbangan sangat tentatif. Akhirnya para penumpang tujuan Tanah Merah Kab. Boven Digoel dipersilahkan check-in.  Barang yang diizinkan hanya yang bisa ditenteng, lainnya harus dikumpulkan dan dibagasikan. Pesawat Twin Otter dengan registrasi PK-NUH dengan nama Natuna sudah menanti. Saya masuk terakhir, namun kursi dibelakang pilot masih kosong.  Entah mengapa penumpang disini tidak mau dekat pilot.  Padahal tempat itu yang saya inginkan agar bisa melihat aktivitas pilot dan merasakan nuansa kokpit.  Ternyata bagasi disebar di seluruh pesawat.  Di bawah kursi penuh dengan barang-barang penumpang. Saya duduk sendiri di kursi berkapasitas dua orang.  Jadi cukup leluasa menyimpan tas dan kamera. Mesin bergetar kuat, lambat laun makin cepat dan mendengung memberikan cukup tenaga untuk berjalan.  Setelah taxi, pesawat seolah tertatih-tatih berlari untuk ancang-ancang mengangkasa.  Sedikit-demi sedikit sang Twin terbang perlahan. Saya berdoa sambil tetap memegang handycam.  Kelak saya akan upload ini video di Youtube (http://www.youtube.com/watch?v=qrhbngCxpXc&feature=feedu).  Belakangan PK-NUH ini saya baca pernah tergelincir di Bintuni, dan dibuat pada tahun 1973.  Fuihh...37 tahun umurnya! Untung saya tahunya belakangan setelah berada di Bogor kembali. Ruang kokpit sangat sempit.  Indikator bisa saya perhatikan dengan jelas.  GPS menunjukkan arah dan jarak.  Merauke-Tanah Merah akan ditempuh sekitar 1 jam.  Kecepatan di udara sekitar 120-130 knots lebih.  Altimeter menunjukkan ketinggian makin lama makin tinggi.  Ketinggian berakhir di ketinggian 7.000 kaki.  Dari ketinggian itu tampak terhampar puluhan ribu hektar perkebunan sawit milik Korindo. Bersebelahan dengan hutan yang bakal habis sebagai bahan baku pabrik kayu lapis, milik Korindo juga.  Sedih juga melihatnya.. hiks..hiks.. Sungai, rawa, dan hutan mendominasi pemandangan di bawah.  Tentu saja saya lebih senang melihat itu. Satu jam berlalu, pesawat sudah merendah. Pilot dan Ko-pilot sudah siap-siap melakukan pendaratan.  Flaps posisi 2, nose mulai diturunkan.  Pesawat makin pelan.  Bandara sudah nampak dari jendela depan.  Saat menyentuh landasan mesin langsung dimundurkan, maksudnya tenaga dorong dibalik.  Sekejap saja pesawat melambat dan masuk ke apron.  Cara mengendalikan kokpit yang persis saya sering mainkan di Flight Simulator.  Benar-benar mirip, sehingga saya merasa sangat ingin juga mencoba memegang kemudi aslinya.  Kalau di Flight Simulator saya sudah memiliki sertifikat pendaratan untuk Cessna.  Jadi saya siap-siap saja andai salah satu pilot berhalangan.... Obsesi.com. Hanya sekitar 15 menit saja pesawat berhenti, selanjutnya pesawat berangkat lagi. Saya berada di bendara yang sederhana.  Peralatan pendukung bandara serba portabel.  Pemadam kebakaran ada satu unit yang menjadi satu kesatuan dalam pick up Strada.  Di salah satu bangunan yang seperti gudang, puluhan drum-drum berisi avtur.  Tidak ada menara kontrol, namun ada satu tiang tempat menunjang sebuah sirine, mirip sirine ambulans.  Satu-satunya tanda kalau ada pesawat akan mendarat.  Sehingga seluruh kota dapat mendengar kalau ada pesawat akan datang. Jemputan sudah ada, taxi.  Taxi disana sama dengan angkot di Bogor.  Hanya bisa kita minta kemana saja sesuai tujuan.  Warnanya oranye dengan tarif 5000 rupiah jauh dekat.  Tujuan pertama ke penginapan, yang sampai sekarang saya tidak tahu namanya. Hotel masih baru, cukup baik. Hanya ada 8 kamar saja.  Katanya milik Bupati namun ditunggui oleh dua orang dari Menado.  Cukup nyaman dan bersahabat. Bung Hatta menghasilkan pemikiran luar biasa buat bangsanya di tanah ini Hari pertama di Tanah Merah ini saya bersama kawan mengisinya dengan jalan-jalan.  Tugu Bung Hatta yang pertama dikunjungi.  Terletak pas berhadapan dengan bandara.  Bung Hatta gagah berdiri, namun dengan telunjuk menekuk ke bawah, seolah berkata, " di dieu yeuh....!" Di sel seperti inilah Bung Hatta menghabiskan waktu di pengasingan Setelah itu penjara tempat Bung Hatta dibuang Belanda.  Penjara masih sangat terawat. Ada juga ruang buat tahanan wanita Di bagian depan penjara untuk wanita.  Sebuah bangsal berkapasitas 25 orang.  Di seberangnya kompleks penjara untuk pria.  Ada yang berupa bangsal dan ruang-ruang kecil berkapasitas 1 orang.  Konon Bung Hatta menempati bangsal yang besar.  WC jongkok terdapat di pojok bangsal.  Terbayangkan apabila bangsal penuh.  WC tidak mengalir ke septic tank, namun masuk ke kotak di luar ruang yang harus diambil dan dibersihkan memakai sekop pula.  Namun saat ini semua bersih, karena penjara tersebut menjadi benda sejarah yang dilindungi undang-undang.  Walaupun berkeliling, tidak ada seorang pun kami temui. Cuaca yang sangat terik membuat kulit terbakar.  Suhu diperkirakan sekitar 40 derajat Celcius.  Jadilah warung es pisang ijo ala Makassar menjadi sasaran kami.  Berhubung di warung itu terdapat menu soto Makassar, sangat tepat kalau kita jajal.... Malam hari langit tampak sangat luas, bintang-bintang seolah bertambah jumlahnya.  Udara terasa sejuk. Malam ini malam pertama di Tanah Merah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline