Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Fahrudin

Ingin selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya

Istri Pertama dan Kedua Hatta

Diperbarui: 11 Maret 2017   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://ilmyirfan.wordpress.com

Lahir di Bukittinggi, sebuah kabupaten di Sumatra Barat, tepatnya 12 Agustus 1902. Pernah menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda. Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Seorang proklamator ulung bersama Bung Karno, beliau sebagai pendampingnya dalam menjalankan amanah bangsa—yaitu wakil presiden Indonesia yang pertama kalinya.

Saya belum menemukan seorang tokoh negeri ini yang sesederhana Hatta. Sederhana bukan berarti tak punya atau miskin. Sederhana lebih kepada perasaan prihatin terhadap apa yang dirasakan oleh orang-orang yang tidak seberuntungnya. 

Sederhana lebih mengarahkan pada apa yang dibutuhkan, bukan apa yang diinginkan. Manakala sesuatu yang dibutuhkan sudah terpenuhi, maka dia tidak akan mencari sesuatu yang lain, apalagi merampas yang bukan haknya. Sementara itu, prinsip orang yang selalu mencari keinginan sebagai pemenuhan atas nafsunya, maka rasa puas tidak akan pernah didapatkan. Ibarat gunung yang satu sudah direngkuh, gunung yang lain juga ingin direngkuh sekaligus.

Paulo Coelho berkelakar, “Hal-hal sederhana dalam hidup memang yang paling luar biasa, hanya orang-orang yang bijak yang mampu memahaminya”. Dalam tataran ini, mampu kita temukan, orang yang sederhana biasanya lebih bijak dan arif dalam menyelesaikan dan menghadapi suatu masalah. Dia lebih siap mental, tangguh, tanggon, dan trengginas. Karena yang ada dalam pikir akalnya adalah menyelesaikan segala masalah dengan sebaik-baiknya dan jalan terbaik.

Berbeda dengan orang yang hidup penuh kemewahan, mengkultuskan harta, mendewakan hedonisme. Mereka akan banyak pertimbangan, karena ada sesuatu hal yang menjadi kepentingannya dalam menghadapi permasalahan.

Cerita kesederhanaan keluarga Hatta dapat kita simak dari Meutia—putri Hatta. Sewaktu Meutia kuliah dia biasa naik bus kota. Hal yang tidak umum terjadi kepada putri wakil presiden. Bahkan, keluarga Hatta tidak hidup berlebihan seperti pejabat tinggi lainnya. Keluarga Hatta memegang prinsip kesederhanaan. 

Kembali ke Hatta. Sejak kecil Hatta suka menabung. Kebiasaan ini tetap ia lakukan ketika menjabat sebagai wakil presiden. Kendati demikian, uang tabungannya selalu habis untuk keperluan sehari-hari, membantu orang yang memerlukannya, serta membeli buku.

Setelah Hatta meletakkan jabatannya sebagai wakil presiden, Hatta punya lebih banyak waktu untuk buku-bukunya. Menurut penuturan Meutia, dalam sehari 6-8 jam dihabiskan ayahnya untuk membaca dan menulis buku. “Semua bukunya dibaca. Beliau bukan jenis orang yang membeli buku untuk dipajang saja,” tuturnya.

Selain berminat pada buku-buku ekonomi, Hatta juga berminat pada tema-tema hukum, hubungan internasional, sejarah, biografi dan sosial. “Beliau sangat menghormati Mahatma Gandhi. Ada satu rak untuk menyimpan buku-buku khusus tentang Gandhi,” kata Meutia.

Ketika Hatta menikah dengan Rahmi Rachim, beliau berusia 43 tahun. Uniknya, mas kawin Hatta adalah buku berjudul “Alam Pikiran Yunani” yang ditulisnya sendiri semasa dibuang ke Banda Neira pada 1930-an.

Menurut pemikiran Hatta. Cintanya pada buku dan pengetahuan membuatnya yakin bahwa buku hasil kerja dan pemikirannya sendiri lebih berharga sebagai bukti cinta daripada harta benda lain. Mengingat waktu itu keluarga Hatta adalah keluarga berada—ada uang, emas,dan perhiasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline