Entah mengapa, memandangmu dari kejauhan adalah anugrah. Sawah hijau membentang, barisan gunung tinggi menjulang, jutaan kumpulan pohon membentuk koloni hutan penuh keanekaragaman. Pada tanahmu ada kekayaan tertinggal, pada lautanmu tersimpan potensi memakmurkan.
Membicarakan dirimu adalah kekaguman, hampir tiada celah untuk sekedar memicingkan mata menyangkal segala kelebihan, keunggulan, keelokan, dan segala sesuatu yang mengundang decak kagum setiap yang mengenal.
Bak gadis cantik, para perjaka dari tanah seberang rela mengaduh nyawa demi bisa berkenalan. Belanda, Portugis, Inggris, Jepang, sederet nama yang pernah terguncang ingin memiliki syurga penuh kejayaan. Mereka datang ingin berkenalan, memaksa, kemudian menjajah. Sekian banyak kekayaan di pindah paksa, sekian kecantikan dijarah demi ambisi mereka.
Nusantara, zamrut khatulistiwa gelarnya. Dahulu pernah disiksa, dipaksa, diperah, diangkut segala kecantikanya untuk memakmurkan negeri penjajah. Sekian abad rela menderita, menanggung beban sebagai tanah subur penuh kedukaan.
Kini setelah sekian puluh tahun merasakan kemerdekaan, berkesempatan bersolek diri layaknya putri kahyangan, bangunan tinggi megah menjulang, monumen pembangunan di ambisikan mampu mensejahterakan.
Mengapa masih ada anak yang putus sekolah? mengapa masih ada rakyatnya yang merasa hukum hanya bentuk sandiwara? Mengapa masih ada yang bingung tanah ini milik siapa?
Negeri yang cantik, tanah yang subur, rakyatnya yang murah senyum.
#####
Baganbatu, januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H