Aku tak mampu mengendalikan angin, mengajaknya memainkan dayu, menundukan kelebat pergi menjadi seumpama unggahan ingin. Aku tak mampu, bahkan ketika petir dan guntur menawarkan seikat kontrak penuh langit.
Nyaliku hanya sekokoh ilalang kering, bergoyang ketika angin bertamu, merunduk tatkala bunyi gemuruh mencipta halu.
Sungguh payah diriku
Meski kedua tanganku telah bercabang bertumbuh paku, langit langit kepala penuh hiasan peluru kaliber empat puluh, bahkan telapak kaki membantu di keheningan salju. Tak cukup bagiku mencumbu waktu, tak sempat anganku menikahi masa lalu.
Sungguh terpuruknya aku
Maka jangan berharap ada ucapan bijaksana dari lelaki yang selalu membelakangi cahaya, yang menjadikan gelap sebagai tunggangan menuju alam impian. Itulah sesungguhnya watak asliku
Kesepian ketika orang ramai menggunjingkan semburat cahaya senja di lukisan Musthapa Al Karoum, yang hanya terdiam ketika jagat media sosial meramaikan berita tentang lancungnya pejabat penuh angkuh penuh tipu.
Di bagian mana aku di tampilkan
Bukan pada lukisan