Seperti kehendakNYA, ranum delima mengingatkan kisah, ketika musim pancaroba berulah. Angin bertiup dingin, cahaya menari ketika semesta menghaturkan pinta. Derita di permulaan masa, kebingungan menyelubungi dunia.
Ijinkan aku menyebut namaMU, mengetuk samudera kasih tak bertepi, menyandarkan segala perih, mengadukan betapa langit dunia selalu berubah. Kadang merah, kemudian jingga, sekali waktu menampakan kemarahan dengan berubah hitam. Kelam yang tak mampu ku ukur kedalaman.
Setelah menjelmakan dalam diam, merenungi asal muasal penciptaan, menyingkap segala memori penyambutan, ternyata aku hanya tubuh rapuh penuh angkuh.
Menyangka hidup selamanya
Menghindarkan mati seumpama menepi dari percikan api.
Hari ini, ketika sisa usia bergelayut di jendela, bilangan umur memanjang seakan lusinan angan berbumbu curiga, kesadaran itu ternyata tak lebih fatamorgana. Terjebaku dalam hayal betapa nikmat hidup kekal di dunia.
Esok bukan jaminan, lusa penuh ketidakpastian, sementara hari ini terlewat dengan senyum merekah menyaksikan timbunan dosa.
#####
Baganbatu, april 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H