Ia berjalan. Tak tergesah bahkan merasa harus terbang. Lewat lorong gelap pemikiran, melompat dari satu paham menuju puncak pencerahan.
Padahal masih gelap. Mata batin mencorong bak suar, mulut bijaksana tak umbar janji apalagi petisi, rela menjadi penonton dalam riuh tak terkendali.
Ia mampu. Melebihi kicau politisi berdasi basi, lebih di atas derajat para pencoleng bermuka bayi. Ironi yang tertahan, kemunafikan tak terjamah zaman.
Berjalan terus berjalan, di liku gelap dengan banyak bayangan tangan hendak menikam, memastikan arah kebenaran dengan pelita kebenaran yang hampir padam.
Hanya tinggal bara kebajikan, di genggam tapi membakar pemikiran, atau lepaskan saja tapi penunjuk arah segera musnah.
Dalam gelap menggandeng malam, setitik cahaya lebih berharga dari emas permata.
*****
Baganbatu, februari
2022Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H