Mengapa berteriak kepada dinding, memaki hingga melengking, menunjuk-nunjuk seolah ia adalah maling. Jika benci, usah kau pandang dinding yang kering, jika risau, tamparan tanganmu hanya mengotori otak intelektualmu.
Telah ribuan kali dinding tersakiti, di sangka berhianat pada tuan sendiri, menyampaikan kabar tabu kepada dunia luar, membocorkan aib kemunafikan sang penguasa bangunan.
Dinding hanya diam, menyaksikan dan mendengarkan, menelan mentah-mentah perilaku selingkuh memuakan. Menjadi saksi penghianatan adalah beban maha berat tak tertanggungkan.
Jika dinding punya hati dan rasa, jika dinding punya akal dan pemahaman, bukankah engkau seharusnya malu melakukan kecurangan di hadapan dinding bisu.
Dinding menyimpan segala pilu, merekam segala palsu, menyaksikan sekian resah dan ambigu. Suatu saat nanti, jika Tuhan mengizinkan, dinding kan bersaksi.
****
Baganbatu, januari
2022Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H