Lihat ke Halaman Asli

Kang Marakara

Pengangguran Terselubung

Puisi: Riuh

Diperbarui: 2 Juli 2021   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Ruangan dipenuhi nyala bunyi, tepuk tangan membahana memercikan bara api. Semua bergumam, semua menyodorkan senyuman, "selamat tuan, anda hebat, anda luar biasa".

Kemudian senyap. Pujian-pujian berserak dilantai ruangan, tepuk tangan bergelantungan tak bernyawa, sirena tawa tumpang-tindih di atas meja. Senyum telah pulang, peluk hangat segera putar arah kemudi.

Keriuhan dipaksa dan memaksa, keriuhan menjadi tumbal dan pertanda. Kesuksesan, para penjilat bertubuh wangi berjas mahal, hilir-mudik mempersembahkan kepalsuan.

Meski hanya sebentar, berita koran memuat dengan hurup kapital. Radio dan televisi berlomba menyampaikan pesan bunyi, "riuh ini untuk negeri. Tanda kami masih ada untuk melayani". Masih berharap para jelatah tertipu lagi.

*****

Baganbatu, juli 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline