Lihat ke Halaman Asli

Kang Marakara

Pengangguran Terselubung

Puisi: Perang

Diperbarui: 12 Juni 2021   07:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Bedil dan senapan menyalak disela senja. Rumpun bunga tumpas seketika, canda-tawa menghilang dengan sendirinya.

Lelaki muda dengan luka memanjang diwajahnya, memunguti selongsong amunisi sambil memadamkan mimpi. Rumahnya rata dengan tanah, ayah-ibunya terkorban dengan luka tembak di kepala. Entah kemana kini teman sepermainan, terkurung konflik atau terkubur diam-diam.

Perang membelah kota dalam delapan selerah. Fasis, nazi, agamis, komunis, kapitalis, berebut singgasana. Zionis, sosialis, mengepung kota demi ambisi semata. Yang mati dianggap hanya hitungan angka, darah tertumpah dianggap hal biasa.

"Mengapa kita menyukai perang? Benarkah seorang pahlawan butuh gelanggang untuk pembuktian". Lelaki muda dengan luka memanjang di wajah hendak bertanya. Kepada siapa?

*****

Baganbatu, juni 2021




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline