Lihat ke Halaman Asli

Kang Marakara

Pengangguran Terselubung

Puisi: Dari Musim Gugur Menuju Musim Semi

Diperbarui: 25 Mei 2021   08:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Menggigil cabang hati, ranting rasa yang mulai mati, daun kecewa satu persatu gugur meluruk bumi. Hampa, kecewa, cidera jiwa menanggung derita, merana mengikuti garis angin. Entah kemana bermuara.

Batang-batang pohon tertunduk diam, angin bertiup sepoi membisikan. "Inilah siklus hidupmu, kenyataan takdir seperti menguak takdir". Merana karena berpisah, menangis hingga mengering airmata. Jerit terkunci didasar hati, ratapan hanya sampai ujung tenggorokan. Bersuara tapi hanya dalam diam.

Tapi musim gugur hanya sekali, memeluk kemudian merelakan, memiliki hingga akhirnya kehilangan. Menyakitkan, menorehkan memori tentang terpenggalnya kasih untuk sekian kali. Tak hendak terulang lagi, tapi musim gugur adalah tangga takdir duniawi.

Nun jauh di ujung cakrawala, musim semi tengah menunggu dengan gelisah. Mampukah ia menggantikan kekasih yang telah tiada, sanggupkah ia menambal rasa yang telah terluka oleh cinta.

*****

Baganbatu, mei 2021




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline