Lihat ke Halaman Asli

Kang Marakara

Pengangguran Terselubung

Puisi: Warni, Perempuan Sepi

Diperbarui: 19 Mei 2021   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Semenjak sepi meraih tahta, gemericik air berubah tangis. Gemerisik dedaunan berubah jerit yang menggigit, desaunya melebihi gemuruh badai di padang gersang. Tak tersisa kecuali kepedihan, tak bermekaran kecuali bunga kekecewaan.

Warni menangis mengadu kepada senja. Pipinya yang ranum kini tirus digerus airmata. Meratap ia, meremas butiran asa berubah remah nostalgia, menyaksikan pelukan malam kepada senja, mengenang diri yang kini sebatang kara. Tanpa kekasih, tiada belahan jiwa. Hampa.

Warni bersepakat dengan waktu. Tak hendak beranjak hingga kekasih datang. Senja dan malam menunggu di penghujung kelam, embun dan dedaunan terpaksa melukis di gersangnya padang.

Hanya sepi, tapi Warni merasa tercabik hingga kini.

*****

Baganbatu, mei 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline