Semenjak sepi meraih tahta, gemericik air berubah tangis. Gemerisik dedaunan berubah jerit yang menggigit, desaunya melebihi gemuruh badai di padang gersang. Tak tersisa kecuali kepedihan, tak bermekaran kecuali bunga kekecewaan.
Warni menangis mengadu kepada senja. Pipinya yang ranum kini tirus digerus airmata. Meratap ia, meremas butiran asa berubah remah nostalgia, menyaksikan pelukan malam kepada senja, mengenang diri yang kini sebatang kara. Tanpa kekasih, tiada belahan jiwa. Hampa.
Warni bersepakat dengan waktu. Tak hendak beranjak hingga kekasih datang. Senja dan malam menunggu di penghujung kelam, embun dan dedaunan terpaksa melukis di gersangnya padang.
Hanya sepi, tapi Warni merasa tercabik hingga kini.
*****
Baganbatu, mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H