Aku pernah jadi pemimpin. Seribu dua ratus kali lupa, tujuh juta enpat ribu sembilan ratus kali berdusta, seratus empat puluh lima kali antara lupa dan tidak sengaja. Ini yang tercatat di buku harianku, entah kalau di buku amal para malaikat. Mungkin berlipat.
Hanya sekali. Hanya sekali kesalahan fatal yang ku ingat. Menyuruh anak shalat, tapi aku malah asyik membuka status di Whatsapp. Sekali yang ku sesali, sekali yang tak bisa terganti.
Percuma beri nasihat, percuma cuap-cuap menyusun kalimat. Di mata anaku, aku pemimpin tidak konsisten! Tajam ke anak, tumpul kediri sendiri.
Ini aku. Pemimpin dari tiga istri, tiga belas anak, dan dua puluh tiga cucu. Keteladaanku hilang dalam satu kesalahan. Perkataan dan perbuatan tak seimbang, jangankan sebangun dan selaras, kata istriku" Abi bukan peminpin yang istiqamah". Selesai sudah.
Pemimpin bukan cuman kejeniusan, pemimpin bukan melulu pintar ambil kebijakan. Pemimpin itu adalah keteladanan.
Ini hanya kisahku. Pemimpin gagal tanpa keteladanan.
*****
Baganbatu, februari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H