Lihat ke Halaman Asli

Kang Marakara

Pengangguran Terselubung

Puisi: Banjir

Diperbarui: 11 Februari 2021   07:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Air mengalir. Terhenti di cekungan bumi, cawan semesta penuh oleh tangis. Air mata bercampur harap, tangan menggapai mencari rakit.

Tercurah. Tertumpah. Tergenang. Kemana-mana di pagari tembok bangunan, kaki-kaki pohon tak lagi merayu menawarkan persinggahan. Hanya bonsai di dalam kantung plastik.

Kemana harus mengalir? Jalan semenjak nenek moyang berubah takdir. Tangan-tangan pintar penyebab air tak mampu lagi berpikir. " aku menghuni bumi jutaan tahun sebelum manusia menghuni. Semenjak terusir dari mars dan bulan, hanya di sini aku menemukan kekasih".

Siapa yang merubah rawa jadi permukiman?

Siapa menjadikan hutan sebagai ladang metropolitan.

Itu tempat air menari dan bernyanyi sepanjang zaman.

*****

Baganbatu, februari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline