Berbilang tahun kehilangan, kematian pangeran Sunirat Jiwo melabuhkan sengsarane ati. Siang di tentang kenangan, malam pula mimpi berganti bayangan kelam menakutkan.
Keputren ageng sunyi tanpa bunyi, detak gendinge kenong motoati sirno sak dhurunge wengi.
"Duh Gusti, kemana kan ku labuhkan perasaan pedih. Bila rimbun melati tak mampu mengarak diri, sedang kenanga memilih layu sebelum tersentuh ujung jari".
Wanita ayu bermata jelita, ratune bidadari tahta angkasa, mengusap air mata berwujud intan memercikan darah. Gelisah menantikan tarian rembulan di ujung dahan, mata tak mampu terpejam, hati meronta mengenangkan.
Entah lusinan kata para dayang turut menyembah, berharap luruh sebuah titah seorang raja. Tapi sampai kokok sawung alas brombos mengetuk bosan, janji adalah pati, mengingkari berarti menghianati penantian sejati.
*****
Bagan batu, desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H