Lihat ke Halaman Asli

Kang Marakara

Pengangguran Terselubung

Puisi | Menipu Puisi

Diperbarui: 7 Mei 2020   19:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Tiba-tiba aku membenci kata-kata, ku pangkas tunas aksara yang hendak berkecambah, ku tuang habis titik dan koma dari isi kepala, ku paksa pergi segala diksi yang sering merasuk ke alam mimpi.

Tinggal hayalan yang tak mau pergi, dengan wajah memelas ia bersimpu mengharap dispensasi, ia berjanji akan pergi jika aku menuliskan sebait puisi. Tentang apa saja, dengan gaya sukarela, di antas lontar atau tanah, bertinta misik atau jelaga. Menangis ia dengan air mata menggenangi rasa.

Aku tepedaya. Ketika "iya" membasahi lidah. Datang aksara mendongak di balik jendela, titik dan koma berlari kembali mengetuk pintu rumah, diksi ternyata telah bergelayut manja di laci meja. Tersenyum padaku, dengan binar mata mengandung haru.

Kini kami makan bersama, tidur di atas selembar kanvas bertuliskan sejuta puisi. Tentang cinta, patah hati, tentang senja, tentang segala peristiwa yang mengilhami.

Bagan batu, mei 2020 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline