Lihat ke Halaman Asli

Kang Marakara

Pengangguran Terselubung

Puisi | Wulandari, di Antara Batas Mimpi dan Angan Menempah Sunyi

Diperbarui: 6 Mei 2020   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Perlahan bayangan wajahmu mulai memudar, manis senyumu, dua lesung pipitmu, hingga gambaran jernih dua matamu. Memudar seiring angin beredar, menguar dalam ruang imajinasi yang sulit di mengerti. 

Baru tadi pagi kejadian ini terjadi, menyempal dari kebiasaan yang engkau lalui. Piring kotor berserakan di atas meja makan, dentang suara jam tak beraturan meningkahi kepanikan. Perjalanan melewati ubin putih terasa menyita seluruh energi, tangis yang tertahan, harap-harap cemas berhamburan, setiap ruang menampilkan jerit tangis bersahutan.

Genggaman tanganmu seperti menemukan ruang hampa, terpotong tirai cahaya, satu jiwa dengan dua dunia saling memperebutkan kuasa. Ini rasaku terakhir, ini mungkin batas antara memiliki dan merelakan.

Perlahan , sangat perlahan.

Samar-samar tangismu membekukan

Tapi jiwaku segera melesat meniti titik kecil penghabisan

Hanya namamu sempat ku eja dengan perlahan

W-U-L-A-N-D-A-R-I Selamat tinggal

Bagan batu, Mei 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline