Engkau terdiam. Aku menyapamu dengan sopan, sepenuh hati dan perasaan. Sambil menggendong beban, mataku melirik dirimu di keramaian. Hanya seyuman menghias pemandangan, mata acuh tentang lalulalang, hanya itu yang ku temukan.
Dalam panas dan hujan sendirian, menyampaikan pesan rasanya jadi tujuan, pasti sepadan dengan bayaran. Miliaran, ketenaran, nama besar. Jutaan penggemar histeris kegirangan.
Sejak aku lajang, beranak enam, hingga cucuku berdatangan. Mulai pagi menggotong tas butut berisi bekal, hingga awal bulan saat gajian, engkau hanya diam.
Apakah engkau diam-diam memperhatikanku?
Apakah engkau diam-diam tersenyum kepadaku?
Dalam diam aku tersenyum sendirian, dalam diam aku menghayalkanmu, aku jadi sering terdiam sejak mengenalmu.
Diam-diam aku curiga engkau mencintaiku. Jangan-jangan diam itu caramu menyempaikan pesan kepadaku.
Bagan batu, awal Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H