Lihat ke Halaman Asli

Kang Marakara

Pengangguran Terselubung

Puisi | [Corona] Misteri Malam Tangisan Bidadari

Diperbarui: 20 April 2020   06:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Malam baru tegak dari secangkir kopi, uap panas beraroma luwak asli memenuhi bibir curam padasnya hati, semriwing lecutan angin memagari nuansa malam dari jilatan sisa matahari. Panas menyambut panas, kipas berbalas kipas. Jemari lentik tergeletak di atas meja, kuku bercat merah dengan stempel tulisan dewa asmara.

Sedetik setelah penanggalan kebo dongdang melewati mayapada, dongeng-dongeng percintaan menjelma menyerupai arca cahaya.  Pendaran cahaya menemukan halaman tahta, membentuk sejuta garis miliaran pertanda. Meluncur turun membawah tita sang perindu pendamba rasa.

"Duh Biyung, tresnoku wurung." Ratapan pedih cendana menada iba, lusinan asma pengisi hati moksa menyeberangi pembatas raga, berceceran keluhuran romansa menitikan air mata hampa.

Malam kembali menjelma samudera gelap, kerlip pelita kehilangan wibawa menyatakan kehendak, arah mata angin seketika berubah menyerupai gelisah jiwa."bidadariku menggelepar di meja nirwana," tiga sulaman memori turut rapuh menyerupai serpihan pinta, tiap serpihanya meneriakan nama kasih sayang yang telah hilang.

Bagan batu,April 2020 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline