Lihat ke Halaman Asli

Kang Marakara

Pengangguran Terselubung

Puisi | Corona: Tuan Kritik Aku

Diperbarui: 13 April 2020   06:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen kang marakara

Untukmu!

Mulai membatu di bujuk ambigu, berubah prasasti berdiri tegak di wilayah abu-abu. Siang malam memegang tongkat menakut-nakuti, jerit tangis di telapak kaki bagai ilusi. Fatamorgana dalam bingkai emas suasa, lukisan miring penuh prasangka pada siapa saja.

Bicaralah!

Kata-kata tergeletak di atas meja, draf penuh perintah berdesakan bersimbah air mata. Bicaralah dengan bahasa sederhana, mengaumlah bagai singa memenangi laga.pijak-pijak yang ingin membangkang, tapi jangan sumpal mulut dengan gertakan, jangan hilangkan suara dengan nyanyian sumbang.

Biarlah!

"Tuan kritik aku" pintamu kepada dewa. Tidak binasa karena kritik, takkan terjungkal karena kritik. Begitu sumpahmu kepada gunung, begitu janjimu kepada laut. di saksikan waktu mencatat air ludahmu, di hitung tiap jengkal jejak yang tertinggal.

Terserah!

Dulu aku menyokongmu. Dengan suara dan logika, dengan dana ku simpan di bawah bantal, dengan keringat dan air mata. Dulu. Mungkin telah hilang dalam ingatanmu, mungkin telah terkubur seiring waktu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline