Lihat ke Halaman Asli

Kang Marakara

Pengangguran Terselubung

Cerpen | Surah Yaasiin dari Emak

Diperbarui: 10 April 2020   07:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

"Yaasiin, Wal quranil hakim,  Innaka laminal mursalin." Suara itu lamat-lamat menerobos hiruk pikuk keramaian malam kota Manhattan. Menerobos gedung-gedung pencakar langit, menelusup hingga ke ruang jiwa yang paling dalam. Itu yang di rasakan Burhan setiap malam, sepanjang pekan, bahkan sepanjang tahun ketika dirinya harus menetap melanjutkan studi di rantau orang.

Tapi malam ini terasa lain dari biasanya, suara surah Yassin yang terdengar terasa begitu syahdu. Seakan semua kepasrahan dan pengabdian, segala harapan dan tujuan berkumpul menjadi satu. Lewat alunan syahdu suratul Yaasiin, semua doa dan permintaan hendak di langitkan.

"Emak...," tanpa sadar dan tanpa di pinta, bibir Burhan mengucapkan sebuah nama yang mampu menggetarkan seluruh jiwa dan raga. Air mata telah menetes membasahi keheningan jiwa, teringat sosok agung yang berjuang dengan tulus ikhlas menghantar anaknya meraih puncak dunia.

Angan Burhan terbang melintasi jarak ribuan kilometer. Melintasi samudera. Melampaui benua. Hingga hinggap di sebuah rumah sederhana beratap daun rumbia, berada di Bagan batu-Riau pulau Sumatera.

Seorang wanita tua dengan wajah teduh menghias hidupnya. Rumah sederhana tanpa perabotan itu seakan bercahaya, seiring lantunan surah Yaasiin yang di baca dengan tartil dan sepenuh jiwa.

Ingatan Burhan di lontarkan kembali kemasa silam, tatkala ia masih kanak-kanak yang butuh curahan kasih sayang. Emak hanya seorang janda dengan dua anak yang masih kecil, Burhan anak pertama, sementara adik perempuanya masih lagi bayi merah. Bapak telah berpulang ke pangkuan Ilahi, dengan penyakit asma sebagai perantara ketetapan sang penguasa kehidupan.

Burhan ingat ketika itu, setiap malam dan siang menjelang, Emak pasti meluangkan waktu untuk mentadaruskan surah Yaasiin. Tidak dalam keadaan lapang ataupun sempit, bahkan dalam keadaan sakit dan kelaparanpun Emak tidak pernah meninggalkan amalan tersebut.

Emak mesti bekerja keras sendirian. Mencangkul ladang untuk di tanami sayuran, merawat dan memanen hasil kebun kemudian menjual sendiri setiap hari pasaran atau pekan. Bertahun-tahun itu yang di lakukan Emak hingga Burhan bisa tetap sekolah sampai sekarang, bahkan kuliah di negeri orang.

Kemanapun Burhan berada, suara Emak dengan surah Yaasiinya menyertai setiap jengkal langkah yang ia tempuh.

Tapi malam ini suara itu seakan memanggil kembali kesadaran Burhan untuk merenungkan tentang jati diri dan tujuan hidupnya hingga jauh-jauh merantau kenegeri orang. "untuk apa aku di sini?" begitu suara hati Burhan berusaha mengingatkan.

Apakah ini ada kaitanya dengan kejadian di minggu-minggu terakhir ini? Burhan mengingat semua kejadian yang terjadi di beberapa hari belakangan ini. Selain sibuk mengikuti perkuliahan, Burhan juga melakukan beberapa kegiatan yang mengharuskan ia bersama beberapa teman sefalkutas melakukan  perjalanan keluar kota untuk mengadakan penelitian singkat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline