Hadirmu tatkalah air mataku telah mengering di permainkan angin, rumpun melati telah letih menggelitik hati, tanah kering tempat ku simpan butiran terakhir kesedihan menciptakan ironi. Engkau baru menyatakan simpati, berusaha membasuh sunyi dengan janji, mengusap pipi ini sambil mengucapkan kata mesra, "sayang, hadirku telah nyata untukmu"
Mengapa engkau tiada di saat malam menyiksa dengan sunyinya, mengapa angin tak menyampaikan kabar ketika harapku memenuhi batin. Sedang embun pagi tempatku menumpahkan segala resah telah lama pergi, menyeret sejuta beban yang menindih hingga tak berbentuk lagi
Hadirmu serupa nyawa bagi badan, sejengkal sebelum putus pengharapan, sekedipan mata sebelum ada dan tiada tidak lagi berbeda. Hanya namamu yang ku mantrakan, bersama dua tiga kelopak mawar yang berguguran memenuhi pelataran
Telah ribuan pinta ku mohonkan, tapi hadirmu hanya sekelebat memenuhi takdir. Lenyap dalam sekejap, hilang bersama deru angin yang membekukan tulang. Tanpa jejak yang pantas ku genggam, tanpa kata yang bisa ku jadikan pegangan. Ada dan tiadamu selalu menyakitkan, hadir dan pergimu menusuk perasaan. Tapi aku masih mengharapkan
Bagan batu 21 februari 2020