Aku menyaksikan
Tangan-tangan tak berbentuk nyata bergentayangan, menyeret semua kebenaran hingga butiran debu yang tersisa. Mengoyak dan mencabik anak kejujuran yang hendak tumbuh menjadi dewasa. di depan mata, berganti peran antara yang memenggal dan menguburkan, antara yang menyiksa dan mencampakan. Siang hingga malam menjelang, gelap sampai terang datang menghadang
Aku menyaksikan
Kata-kata bergerombol membentuk kalimat, menggiring keingin-tahuan menjadi jalan kesesatan. berulang terus berulang, layar kaca berisi hasutan, lingkaran maya penuh sesak kebohongan. Setiap mata terbuka hilir-mudik aneka dusta berpesta pora, di gedung tinggi, rumah besar, istana penguasa, hingga gubug mini yang berisi perut kosong termakan janji
Aku menyaksikan
Tanganku bergetar tidak tahu harus berbuat apa, kepada siapa rasa gunda-gulana hendak ku bagikan. kepadamu, kepada mereka, kepada semua orang yang telah berubah menjadi makhluk bernyawa tapi tak berjiwa? kepada siapa tetes air mata hendak di sambungkan dengan gerak nyata, ketika setiap yang bernyawa hanya sibuk dengan aneka jubah. berpura-pura mempunyai hati, berlagak seorang pemberani, bergaya bak manusia suci
Aku menyaksikan
Topeng-topeng mulai di agungkan, atribut-atribut pahlawan kemunafikan mulai di tuhankan. berjalan congkak di atas mayat kebenaran yang bergelimpangan, bersuara lantang di balik tabir pengecut berhias keberanian. aku menyaksikan, aku menyaksikan, aku menyaksikan dengan isi otaku yang hampir meledak. sepertimu, sepertiku, seperti mereka, seperti kita, seperti yang tersurat dan yang tersirat, kita ada di sana
Aku menyaksikan
Perlahan dunia mulai oleng hendak tenggelam dalam kepalsuan. Dan ternyata kita semua telah menyaksikan
Bagan batu, sambil lalu