Lihat ke Halaman Asli

Kang Marakara

Pengangguran Terselubung

Puisi | Pemimpin dalam Secangkir Air Mengalir

Diperbarui: 2 Januari 2020   11:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Matanya lelah,  merah tanda memperhatikan semua, tetap terjaga tatkala rakyat mendengkur memeluk mimpi. Perut tipis pertanda hanya satu suap nasi boleh mengisi, menangis ketika rakyat mulai meratap, tersungkur tatkala kerusakan tak jua tertangani. Hujan ia kehujanan, panas menyengat membakar tubuh ringkih tanpa jas dan dasi. Memanggul semangat taburkan manfaat kepada rakyat di sudut sunyi, membungkuk menyentuh hati dengan hati suci bukan janji-janji

Seperti hari ini. Banjir menyapu ulu hati, korupsi menari mengoyak pedih, kecurangan dan keculasan saling tindih dengan janji-janji. Apa yang di ucapkan kemudian di ingkari, apa yang di sumpahkan sekian jam kemudian di hianati. Berlalu seakan kemarin bukan persoalan, menganggap ringan tanpa peduli suaru saat nanti pasti di pertanggung jawabkan

Keruh seperti air selokan, bau busuk bagai bangkai kemunafikan tertanam di setiap kebijakan. Pemimpin selangkah di depan dalam menghasapi kesulitan, pemimpin paling belakang demi memastikan semua rongga perut rakyat telah kenyang. Baru ia sedikit menikmati sisa-sisa kebahagiaan.

Seperti air yang mengalir memenuhi setiap celah agar terisi, seperti air yang tenang ciptakan suasana tentram kehidupan. 

Bagan batu,2 januari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline