Lihat ke Halaman Asli

Kang Marakara

Pengangguran Terselubung

Puisi | Aduhai Butiran Salju Singgah Memercik Jiwa

Diperbarui: 12 Desember 2019   19:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Berceloteh sejenak di bawah guguran hujan yang mendengarkan, riuh sebatas mata kaki air genangan memangsa semut kecil, terhitung lima,delapan, tiga puluh dua yang terkorban. Tidak sia-sia bila nyawa adalah nyata titipan, merperjuangkanya di bawah rintik dan gemuruh hujan beraroma kejam

Ini hanya cerita makhluk lemah bawah tanah, menandai kehidupan dan kematian bagai deret angka di kalkulator semesta, bertukar kehidupan dalam kedipan mata segera berubah. Hanya sekedipan mata, semua sirna memulai dan mengakhiri peristiwa

Bila benar salju kan datang satu jam lagi, kan menindih dunia mini terhimpit dingin tak terperih. Dua derajat di bawah titik beku, atau sepuluh derajat hampir tersentuh, tiada beda antara beku dan membeku, tak perlu di cerna berapa pemanas ruangan mesti tersedia. Siapa peduli nasip mereka? Musnahpun tak berbekas dalam alam dunia

Di bawah telapak kaki banyak perjuangan, tak terkira pengorbanan demi hangatkan badan. Mungkin hanya celoteh tak bertuan dan recehan, begitulah sejatinya cara pandang sejak lama menistakan

Bagan batu hampir malam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline