Nak, maafkan ayah.
Ku tahu rasa lapar telah mengganggu tidurmu, mengaduk-aduk lambungmu menuntut sesuatu. Nak, makanmu tak beraturan serba kekurangan, nalurimu pasti ingin mengunyah lezat hidangan yang menggiurkan
Nak, ayah tak mampu. Melihatmu mengunyah sesuatu yang haram, mengalirkan nutrisi hasil korupsi disekujur badan, membiarkan jantungmu memompa darah hasil curian. Ayah tak sanggup membayangkan, engkau tumbuh besar di atas jejak keculasan
Nak, minumlah seteguk air penjernih pikiran, kan ku patahkan ranting-ranting kering pengganjal lapar. Itu lebih mulia bagimu, itu lebih utama untuk jiwamu. Setidaknya tiada nokta hitam di aliran nadimu, terjaga lurus hidupmu
Maafkan ayah yang tak mampu menyuguhkan kemewahan yang sering dipertontonkan, maafkan ayah yang selalu menidurkanmu dengan perut keroncongan. Ayah hanya mampu menjaga harga dirimu, dari lolong serigala penyembah durjana, yang menyelinap di antara keinginan dan ketamakan
Nak, maafkan ayah. Laparmu kan menjadi benteng kerakusan, deritamu menjadi bekal kejujuran, biarlah cacing-cacing berontak menuntut suapanmu, tapi engkau mampu menjaga amanah yang di berikan. Nak, engkau pastih akan mengerti, walau jalan ini terasa perih
Bagan batu 6 oktober 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H